Menakar Tingkat Kerendahan IHSG

Jakarta - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sejak awal tahun hingga 21 November 2008 telah mengalami penurunan hingga 58,25%. Namun penurunan IHSG ini dinilai belum akan berhenti karena terseret buruknya pasar finansial global.

Seberapa rendah IHSG akan bergerak? Mungkin ada baiknya belajar dari pengalaman sejarah IHSG saat krisis moneter melanda pada satu dasawarsa lalu.

Analis Danareksa Sekuritas, Aldo Perkasa dalam risetnya yang dikutip detikFinance, Sabtu (22/11/2008) menjelaskan pasar saham Indonesia mengalami penjualan besar-besaran terutama sejak awal bulan September akibat perilaku investor (terutama investor asing) yang semakin negatif terhadap pasar negara berkembang.

Bila pasar saham Indonesia dibandingkan dengan kinerja pasar saham negara lain, IHSG merupakan indeks yang kinerjanya paling buruk, dengan penurunan sebesar -42% sejak awal September atau -5825% dari awal tahun.

Bandingkan dengan rata-rata kinerja pasar saham negara ASEAN yang mengalami penurunan sebesar -31% sejak awal September dan -47% dari awal tahun hingga 14 November 2008.

Kinerja yang buruk ini juga disebabkan oleh tingginya korelasi pergerakan IHSG dengan
pergerakan harga minyak, dimana penurunan harga minyak mencapai -51% sejak awal
september dan -61% dari awal tahun hingga 14 November 2008.

Namun, seharusnya sekarang ini korelasi tersebut semakin melemah, dikarenakan proses rebalancing yang telah terjadi di IHSG dimana saat ini sektor komoditas hanya memiliki persentase 16% (pada kuartal kedua sektor komoditas mencapai 30%).

Dibalik penjualan besar-besaran itu, IHSG sempat mencapai titik terendahnya di level
1.111,4 pada tanggal 28 Oktober. Kemudian yang menjadi pertanyaan adalah apakah
titik tersebut merupakan bottom dari bear market yang sedang terjadi sekarang ini? Tidak
ada yang tahu hal ini dengan pasti.

Namun berikut kami akan coba membandingkan krisis sekarang ini dengan krisis sebelumnya.

Melihat sejarah pada krisis ekonomi 1998 IHSG mengalami koreksi seperti ini. Namun, bila kita cermati saat itu, ada beberapa fakta yang cukup menarik dari perilaku IHSG yaitu :

Perhatikan bahwa saat penurunan IHSG (JCI) sudah mencapai lebih dari 50%, maka setelah itu IHSG mengalami pergerakkan rebound, seperti yang terjadi beberapa hari terakhir ini.

Pada krisis 1998, IHSG mencapai bottom-nya setelah mengalami koreksi sebesar -64% dari titik tertingginya (level 736 ke level 275). Apabila kita menerapkan hal yang sama terhadap kondisi IHSG sekarang ini, maka -64% dari titik tertinggi 2.830 adalah adalah 1.018.

Pada krisis 1998, IHSG membutuhkan waktu kurang lebih 1 tahun lebih dari puncak menuju bottom-nya, dan pada saat rebound IHSG hanya membutuhkan waktu sekitar 9 bulanan untuk kembali ke titik awalnya. Saat ini, IHSG telah mengalami koreksi terus menerus selama 11 bulanan, sehingga apabila kita yakin bahwa sejarah mungkin terulang lagi, maka bottom mungkin tidak akan terlalu lama lagi.

Jika kita teliti lebih jauh, sebenarnya agak kurang adil bila kita membandingkan krisis 1998
dengan keadaan saat ini, karena keadaan fundamental ekonomi Indonesia sudah jauh lebih baik.

Beberapa perbedaan penting antara krisis 1998 dengan saat ini adalah :
  • Cadangan devisa saat ini lebih tinggi 200% dibandingkan dengan 10 tahun lalu, yaitu sekitar 50 miliar dolar di akhir Oktober, dibandingkan 22 miliar dolar di akhir 1998, sehingga nilai tukar rupiah seharusnya akan jauh lebih stabil.
  • Suku bunga dan inflasi masih jauh lebih stabil, dimana BI rate saat ini 9,5% dan inflasi satu tahun terakhir yang mencapai11,8%, dibandingkan tahun 1998 yang keduanya mencapai diatas 20%.
  • Rasio utang luar negeri terhadap GDP Indonesia telah turun dari diatas 100% pada tahun 1998 menjadi sekitar 55% pada tahun 2008.
  • Keadaan politik saat ini jauh lebih terkendali dibandingkan dengan tahun 1998 yang
  • terjadi revolusi politik.

Melihat perbedaan tersebut, risiko investasi di Indonesia seharusnya sudah lebih terbatas
dibandingkan 10 tahun lalu. Meskipun begitu, perilaku investor terkadang masih irasional dan cenderung tidak mempedulikan sisi fundamental dari ekonomi Indonesia sehingga IHSG tidak bisa terelak dari koreksi besar-besaran.

Kami melihat penyebab dari tindakan investor yang begitu negatif ini adalah semakin kuatnya ancaman krisis ekonomi global sehingga perilaku para investor global masih cenderung menghindari risiko dan melarikan investasinya ke aset-aset yang lebih aman.

Prospek Pasar Modal Indonesia


Kami tetap masih optimis dengan potensi jangka panjang dari pasar modal Indonesia dan percaya bahwa krisis ini seharusnya tidak akan berlangsung terus menerus. Saat ini, valuasi IHSG sudah menjadi yang terendah diantara negara ASEAN lainnya yaitu 5,8x estimasi PE 2008 dibandingkan rata-rata ASEAN di 8,8x estimasi PE 2008, sehingga seharusnya hal ini membuat IHSG menjadi jauh lebih menarik di mata investor global.

Walaupun begitu, kami melihat risiko ke depan masih ada, dengan beberapa hal penting yang perlu diperhatikan yaitu:

Arah perkembangan ekonomi dan kebijakan ekonomi yang diambil baik di AS maupun di beberapa negara lain secara global dimana sejauh ini beberapa pemerintahan telah cukup proaktif dalam mendukung perekonomiannya.

Hedge fund (investor asing) yang masih menarik dananya. Sejauh ini industri Hedge fund global telah mengalami kerugian sebesar 100 miliar dolar dari total industri sebesar 1,7 triliun dolar. Bila ke depannya keadaan ekonomi masih belum membaik, maka bukan tidak mungkin gelombang penjualan kembali dari hedge fund akan terjadi kembali.

Proyeksi pendapatan perusahaan. Saat ini pasar masih belum mendapatkan gambaran yang jelas mengenai dampak krisis global terhadap kinerja para emiten. Apabila para investor sudah merasa nyaman dengan prospek kinerja emitten, maka seharusnya sentimen akan menjadi lebih stabil dan tidak fluktuatif seperti saat ini.

Posted by Detikfinance.com

No comments: