tag:blogger.com,1999:blog-36134908676906115412024-02-08T07:35:35.450-08:00Top Investment Article CollectionArtikel Investasi Terbaik Sebagai Referensi Belajar dan Melek Dunia Investasi, Trading dan Asuransi. Artikel Saya Ambil Dari Beberapa Sumber Yang Saya Pribadi Nilai Sebagai Artikel Yang Patut Untuk Dibaca.Rings & Diamondhttp://www.blogger.com/profile/17637257663232106358noreply@blogger.comBlogger17125tag:blogger.com,1999:blog-3613490867690611541.post-60983938993876324212009-01-10T06:16:00.000-08:002009-01-10T06:22:50.200-08:00IHSG dalam Statistik<p>Terdapat sekumpulan teori yang menyatakan bahwa ada suatu hari, bulan, atau waktu tertentu di mana pergerakan indeks mengalami anomali. Oleh karenanya berdasarkan teori-teori tersebut kita bisa mengetahui kapan waktu yang bagus atau jelek untuk berinvestasi. Teori-teori tersebut biasanya disebut dengan <b>efek kalender</b>. Teori-teori yang sudah umum didengar antara lain adalah monday effect, january effect, october effect, dan beberapa teori lainnya. Apakah teori-teori tersebut benar? Yah, namanya juga teori, bisa benar bisa juga tidak. Terkadang malah terdengar seperti mitos.</p> <p>Walaupun begitu, mungkin ada rasa penasaran yang timbul dalam hati kita untuk membuktikan kebenaran teori-teori tersebut. Saya akan mencoba membeberkan bagaimana perilaku IHSG pada waktu-waktu tertentu. Saya tidak akan mengikuti teori yang ada. Saya hanya akan mencoba memaparkan data dan Anda bisa menyimpulkan sendiri bagaimana hasilnya</p> <h3><b>1. Bagaimana perilaku harian IHSG (Senin - Jumat)?</b></h3> <p> Mitos yang beredar selama ini adalah jangan trading di hari Jumat karena banyak trader yang menjual sahamnya. Hari Jumat yang merupakan hari perdagangan terakhir mengandung risiko yang besar karena pada hari Sabtu Minggu kita tidak akan pernah tahu apa yang bisa terjadi. Benarkah?</p> <p>Dengan mengolah data harian IHSG dari tahun 1984 sampai dengan 2008 (Desember) ternyata hasilnya adalah sbb:</p> <div style="text-align: center;"> <img src="http://www.portalreksadana.com/files/69/daily_movement.gif" height="352" width="500"> </div> <p>Tidak seperti mitos yang ada, pada hari Jumat IHSG justru mengalami kenaikan rata-rata tertinggi sebesar 0.13%. Rata-rata perubahan harian IHSG adalah 0.06%. Artinya pada hari Jumat secara statistik kenaikannya rata-rata adalah lebih dari dua kali lipat dari hari-hari lainnya. Sementara hari Senin dan Selasa cenderung sideways dengan rata-rata perubahan 0.01% dan -0.02%. Hmm, interesting…</p> <h3><b>2. Dalam setahun, kapankah IHSG memiliki kinerja terbaik?</b></h3> <p> Jika Anda bukan day trader, mungkin akan lebih menyukai grafik di bawah ini. Saya mengolah data bulanan IHSG sehingga kita dapat mengetahui perubahan bulanan rata-ratanya. Mitos yang beredar selama ini adalah adanya<span style="font-weight: bold;"> Santa Claus Rally</span> di bulan Desember dan kenaikan yang cukup tinggi di bulan Januari (<span style="font-weight: bold;">January Effect</span>). Sementara itu, bulan Oktober cenderung dihindari karena beberapa kali crash terjadi di bulan Oktober. Paling tidak, Dow Jones Industrial Average (DJIA) dua kali mengalami crash yang menyakitkan di bulan Oktober, yaitu pada tahun 1929 (<span style="font-weight: bold;">Great Depression</span>) dan pada tahun 1987 (<span style="font-weight: bold;">Crash of 1987</span>). Itu kejadian di AS.<br /></p><p>Bagaimana dengan di Indonesia?</p> <div style="text-align: center;"> <img src="http://www.portalreksadana.com/files/69/monthly_movement.gif" height="394" width="499"> </div> <p>Untuk kali ini hasilnya ternyata cukup sesuai dengan mitos yang ada. Pada bulan Desember, kenaikan rata-rata IHSG adalah 4.62%, jauh di atas kenaikan rata-rata bulanan sebesar 1.05% (lebih dari empat kali lipat). Terlebih lagi, kenaikan rata-rata IHSG pada bulan Desember adalah kenaikan bulanan tertinggi sepanjang tahun. Peringkat kedua adalah kenaikan rata-rata pada bulan Januari yaitu sebesar 3.79%. Paling tidak dari tahun 1989 sampai dengan 2008, mitos mengenai<span style="font-weight: bold;"> Santa Claus Rally dan January Effect</span> masih benar Lalu bagaimana dengan October Effect? Walaupun memang benar pada bulan Oktober, IHSG rata-rata menurun sebesar -1.2% namun rata-rata penurunan terbesar adalah pada bulan September sebesar -2.68% dan bulan Agustus sebesar -1.57%. Dari grafik sepintas agak horor juga market pada bulan Agustus sampai dengan Oktober. Sekali lagi, itu hanyalah statistik, tidak bisa dijadikan pegangan mati.</p> <h3><b>3. Berapa harikah IHSG naik/turun secara berturut-turut dan kemudian berubah arah?</b></h3> <p> Ada hal lain yang menarik untuk diketahui terutama oleh para swing trader. Berapa harikah IHSG akan naik/turun secara berturut-turut dan kemudian berubah arah? Ada yang mengatakan 4 hari, 5 hari dan lain-lain. Mungkin kita melihat faktanya saja Saya menggunakan data harian IHSG dari tahun 1984 sampai dengan 2008.</p> <div style="text-align: center;"> <img src="http://www.portalreksadana.com/files/69/subsequent.gif" height="358" width="500"> </div> <p>Seperti yang sudah diduga. Tidak selamanya para bulls akan menang dan tidak selamanya para bear akan mendominasi. Kenaikan IHSG selama 5 hari berturut-turut selama kurun waktu hampir 25 tahun terakhir hanya terjadi sebanyak 59 kali. Setelahnya, kekuatannya melemah dan menyerah pada bears pada hari berikutnya. Namun pernah juga IHSG naik selama 17 hari berturut-turut (wow!!!). Pernah terjadi sebanyak dua kali malahan. Kejadian pertama adalah pada kurun waktu dari tanggal 7 September 1987 s.d 29 September 1987. Sayangnya selama 17 hari tersebut total kenaikannya hanyalah 3.35%. Kejadian kedua adalah pada tanggal 26 Oktober 1993 s.d 18 November 1993. Kali ini kenaikannya lumayan besar yaitu sebesar 15.2%.</p> <p>Seperti halnya kenaikannya, IHSG akan berpeluang besar menguat setelah 5 hari mengalami penurunan. IHSG mengalami penurunan selama 5 hari secara berturut-turut hanya terjadi sebanyak 57 kali. Penurunan secara berturut-turut yang terlama adalah 15 hari yang terjadi sebanyak dua kali yaitu pada tahun 1990 dan 1994.</p> <p>Yah, itu semua hanyalah statistik. Belum tentu ke depannya akan terjadi hal yang sama.</p> <h3><b>4. Bagaimana IHSG ‘berdansa’ selama Pemilu?</b></h3> <p> Nah, ini dia yang menarik. Karena sebentar lagi <span style="font-weight: bold;">Pemilu </span>akan tiba, seru juga kalau kita mengutak-atik kemungkinan pergerakan IHSG. Banyak investor yang cukup ketar-ketir menghadapi<span style="font-weight: bold;"> Pemilu </span>kali ini.</p> <p>Coba kita ambil data setahun sebelum sampai dengan setahun sesudah <span style="font-weight: bold;">Pemilu</span>. Saya ambil hanya dua kali <span style="font-weight: bold;">Pemilu</span> karena diadakan pada era Reformasi.</p> <p><b>PEMILU 1999</b></p> <div style="text-align: center;"> <img src="http://www.portalreksadana.com/files/69/pemilu_99.gif" height="341" width="500"> </div> <p>Ternyata pada tahun 1999, market hanya sebentar saja merespons positif hasil<span style="font-weight: bold;"> Pemilu. </span>Setelahnya, IHSG terus merosot sampai dengan akhir tahun 2000. Yang menarik, mulai dari bulan Oktober 1998, IHSG cenderung mengalami kenaikan sampai dengan menjelang <span style="font-weight: bold;">Pemilu.</span> Hal ini menandakan adanya harapan yang besar terhadap hasil <span style="font-weight: bold;">Pemilu</span> pertama di era Reformasi ini. Ternyata hasil <span style="font-weight: bold;">Pemilu</span> ditanggapi dengan dingin oleh market yang menurun setelahnya.</p> <p><b>PEMILU 2004</b></p> <p><span style="font-weight: bold;">Pemilu </span>tahun 2004 merupakan tonggak sejarah bagi bangsa Indonesia karena untuk pertama kalinya kita dapat memilih Presiden secara langsung.</p> <div style="text-align: center;"> <img src="http://www.portalreksadana.com/files/69/pemilu_04.gif" height="341" width="500"> </div> <p>Dari grafik terlihat bahwa kenaikan yang terjadi dari awal tahun 2003 dan sempat terhenti selama masa-masa <span style="font-weight: bold;">Pemilu </span>berlanjut lagi sampai dengan akhir tahun 2005. Periode tahun 2003 sampai dengan pertengahan tahun 2007 sendiri akhirnya menjadi bubble terbesar sepanjang sejarah IHSG. Tentu saja bukan hanya <span style="font-weight: bold;">Pemilu</span> yang mempengaruhi pergerakan IHSG namun tidak ada salahnya kita berjaga-jaga kan</p> <p>Bagaimana dengan Pemilu 2009? Kita hanya bisa wait and see saja. Semoga hasilnya bagus</p> <p>Berdasarkan data dan grafik yang saya berikan paling tidak kita bisa melihat bagaimana perilaku IHSG pada masa-masa tertentu. Yang harus diingat, tidak ada hal yang pasti.</p> <p>Yesterday is history, tomorrow is mistery, today is a gift. That’s why we call it ‘present’ (pasti udah tau saya ambil dari mana hehehe).</p><p>Ditulid oleh Dunks di :</p><p>http://parahita.wordpress.com/2008/12/27/ihsg-dalam-statistik/ dan http://www.portalreksadana.com/node/355#new<br /></p><p><br /></p>Rings & Diamondhttp://www.blogger.com/profile/17637257663232106358noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-3613490867690611541.post-88308483647866623602008-12-01T06:50:00.000-08:002008-12-01T06:53:02.822-08:00Panduan Portfolio Investasi Sesuai Usia Investor<p> Beberapa hari belakangan ini ane banyak membaca-baca lagi teori-teori yang dulu pernah ane pelajari tentang wealth management. Ada sebuah teori basic yang ane baca yang entah kenapa kok kayaknya nempel terus di kepala ane, so daripada cuma nempel di kepala ane, ane coba wujudkan dalam <b>individual social responsibility </b>ane dengan cara nulis artikel sederhana ini. </p> <p> Lagipula boleh dong ane sekali-kali ngebahas artikel tentang “general investing theory” yang agak lain baunya daripada postingan ane yang biasa, daripada pembaca PRD bosen ngelihatin postingan ane yang selalu berbau Technical Analysis hehehe </p> <p> <b>Investment in 4 (four) stage of human life</b></p> <p>Sebelum kita lanjut, ane mau menggarisbawahi beberapa hal, pastikan anda membaca baik-baik beberapa hal di bawah ini sebelum melanjutkan, soalnya ane nggak mau ada salah pengertian di kemudian hari tentang hal ini. So jangan membaca teori dibawah ini secara membabi buta ya …: </p> <ul><li>Portfolio guidance ini sifatnya hanya <b>guidance secara umum</b>, tiap orang mempunyai spesifikasi yang unik. Tidak ada satu komposisi portfolio yang akan fit pada setiap orang. Perencanaan komposisi portfolio harus memperhatikan tujuan spesifik dari tiap investor</li><li>Portfolio harus memperhatikan juga <b>tenggat waktu dari target </b>yang ingin kita capai (misalnya bangun rumah, pendidikan anak, dsb). Semakin dekat tenggat waktu dari target maka investasi harus masuk dalam kategori low risk</li><li><b>Profil resiko investor </b>sangat menentukan komposisi dari portfolio.</li><li>Komposisi portfolio harus dimonitor secara ketat dan di <b>adjust sesuai keadaan pasar dan perubahan terhadap keadaan pribadi investor</b>. Misalnya pasar dalam keadaan resesi (seperti sekarang) atau investor mengalami perubahan keadaan seperti kehilangan pekerjaan, sakit keras, dsb. </li></ul> <p> Ok, kalo ente sudah baca warning di atas … mari kite mulai. Secara teori (ane harus bilang bahwa ini secara teori hehehe), dalam masa kehidupannya manusia melalui 4 tahapan kehidupan dengan rekomendasi portfolionya masing-masing yaitu: </p> <p> <b>Accumulation Stage (umur 20 – 35)</b> </p> <p>Accumulation stage dapat dipandang sebagai masa awal karir seseorang. Secara umum umur 20 – 35 situasi yang dihadapi adalah di sisi karir berada pada early to mid career, baru saja menikah dan mempunyai anak, relatif mempunyai saving dari gaji yg diterima. Ini adalah golden age (sayangnya tidak banyak yang tahu ini adalah golden age), karena di satu sisi pendapatan sudah lumayan, pengeluaran belon terlalu banyak dan target financial (pensiun, pendidikan anak, dsb) pada umumnya masih jauh. </p> <p>Mengingat tenggat waktu dari target financial masih cukup jauh, maka secara umum investasi di periode ini sebagian besar diarahkan pada high yield investment seperti saham. </p> <p>OOT dikit : So sekarang ngerti khan kenapa ane banyak ngebahas reksadana saham / saham / sejenisnya soalnya ane masih di periode ini ... yang memang harus banyak bermain di sektor tersebut </p> <p> <b>Rekomendasi portfolio : Saham 80 %, Pasar Uang 5 %, Obligasi 15 % </b> </p> <div style="text-align: center;"> <img src="http://portalreksadana.com/files/u1/passion4u_panduan_portfolio1.gif" height="203" width="371" /> </div> <p> <b>Consolidation Stage (umur 36 – 52)</b> </p> <p>Pada masa consolidation stage secara umum situasi yang dihadapi adalah di sisi karir berada pada mid to top career dan telah menikah cukup lama, mempunyai excess return dari gaji / bisnis yg digeluti tapi juga dan mempunyai banyak kewajiban. Dibutuhkan pola kehidupan financial yang sehat untuk memastikan terdapat saving yang cukup memadai dalam menghadapi masa pensiun yang sudah dekat. </p> <p>Pada consolidation stage, tenggat waktu dari target financial sudah mulai dekat, secara umum investasi di periode ini walaupun sebagian besar diarahkan pada high yield investment seperti saham, namun komposisi pada investasi yang memberikan regular return juga semakin diperbesar. </p> <p> <b>Rekomendasi portfolio : Saham 60 %, Pasar Uang 5 %, Obligasi 35 %</b> </p> <p> </p> <div style="text-align: center;"> <img src="http://portalreksadana.com/files/u1/passion4u_panduan_portfolio2.gif" height="203" width="403" /> </div> <p> </p> <p> <b>Spending Stage (umur 53 – 65)</b> </p> <p>Spending stage secara umum adalah periode pensiun yang akan kita jalani. Pada masa ini pendapatan telah menurun secara drastis, dan kita harus hidup dari saving yang telah kita hasilkan selama accumulation dan consolidation stage. Spending stage akan bisa kita nikmati dengan baik bila kita mampu mempersiapkan sumber “Passive Income” dari kedua stage sebelumnya. </p> <p>Pada spending stage, rekomendasi portfolio dialihkan sebagain besar pada investasi yang memberikan regular return (seperti obligasi). Hal ini mengingat pada saat ini kita membutuhkan kepastian investasi yang lebih dari kedua stage sebelumnya. </p> <p> Rekomendasi portfolio : Saham 30 %, Pasar Uang 5 %, Obligasi 65 % </p> <p> </p> <div style="text-align: center;"> <img src="http://portalreksadana.com/files/u1/passion4u_panduan_portfolio3.gif" height="188" width="413" /> </div> <p> </p> <p> <b>Gifting Stage (umur 65 ke atas)</b> </p> <p>Gifting stage adalah masa terakhir dalam tahapan kehidupan manusia. Secara umum walaupun pendapatan telah menurun namun sudah tidak banyak lagi kewajiban yang harus dipenuhi (semua anak telah dewasa dan memberikan cucu yang lucu). Sesuai dengan namanya stage Ini adalah periode untuk memberi. </p> <p>Profil portfolio dalam stage ini dititikberatkan pada portfolio yang tidak fluktuatif pergerakannya, mempunyai regular return dan low risk. </p> <p> <b>Rekomendasi portfolio : Saham 10 %, Pasar Uang 50 %, Obligasi 40 %</b> </p> <p> </p> <div style="text-align: center;"> <img src="http://portalreksadana.com/files/u1/passion4u_panduan_portfolio4.gif" height="199" width="406" /> </div> <p> </p> <p> <b>So what next ?</b></p> <p>Teori di Portal Reksadana ini sudah bejibun banyaknya. Cuma teori adalah sekedar teori, tanpa penerapan dia hanya tinggal akan menjadi teori belaka. Your next action is to implement that theory in the real life (using a real money with a real risk). Tidak ada teori yang sempurna, andalah yang harus menyempurnakan teori tersebut sesuai dengan keadaan spesifik anda sendiri. Ok mantapkan diri anda dan bergeraklah maju. Think Big, Start Small, Act Now. </p> <p> Happy investing my friend …</p><span style="font-weight: bold;">Ditulis oleh : Passion4U at http://portalreksadana.com</span><br /><p><br /></p>Rings & Diamondhttp://www.blogger.com/profile/17637257663232106358noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3613490867690611541.post-30839766110090037112008-11-29T19:47:00.000-08:002008-11-29T20:21:20.436-08:00Trading For A Living or Living For A Trading ?<p style="text-align: justify;"><img src="http://stocksforliving.com/images/stories/pemandangan.jpg" alt="Image" title="Image" border="0" height="174" hspace="6" width="240" /></p> <p style="text-align: center;"> </p> <p style="text-align: center;"><span style="font-size: small;"><b><span style="background-color: rgb(255, 0, 0);"><span style="font-family: Tahoma;"><u>WHAT YOU REALLY DO IN THE STOCK MARKET ? TRADING FOR A LIVING OR LIVING FOR A TRADING ?<br /></u></span></span></b></span></p> <p style="text-align: center;"><b><i>HOW To Measure the trading profit target </i></b><i><b>for life when market tell us price still goes up</b></i> <b><i>?</i></b></p> <p style="text-align: justify;"> </p> <p style="text-align: justify;">SALAM SEJAHTERA</p> <p style="text-align: justify;">Sebagai bingkisan natal dan tahun baru, sekaligus mencoba memberi insipirasi baru pada penghujung tahun saya menulis sebuah artikel mengenai apa yang sesungguhnya di cari pada pasar modal ini? Sangat banyak trader dan investor saham Indonesia yang hampir tiap pagi bersiap di depan monitor untuk memperhatikan pergerakan harga saham mereka. Sebenarnya apa yang mereka lakukan? apakah mereka melakukan itu semua karena sebuah prinsip Trading for a living? ataukah malah menjadikan perdagangan saham sebagai tempat FUN?</p> <p style="text-align: justify;">Trading for a living bukanlah suatu hal yang mudah untuk dilakukan.Banyak orang merasa trading for a living, namun mereka sebenarnya sudah terjebak pada sebuah pemahaman living for a trading.</p> <p style="text-align: justify;"> </p> <p style="text-align: justify;"><i><b><span style="color: rgb(255, 0, 0);">Trading For a Living</span></b></i> or <span style="color: rgb(255, 0, 0);"><b><i>Living For a Trading </i></b></span> seperti bermain membalikan kata namun memiliki perbedaan yang sangat besar. Trading for a living adalah bagaimana kita menjadikan dunia pasar modal sebagai business atau usaha tetap kita baik seorang profesional maupun enterpreneur sebagai pegangan hidup dan sumber nafkah. Dengan design dan strategi yang profesional diharapkan mampu menafkahi kebutuhan hidup pribadi dan keluarga. Adapun Living For a Trading. Apakah perbedaannya? Living For a Trading itu adalah sebuah pemahaman fatalisme yang nantinya akan berujung kepada euphoria dan paranoid.</p> <p style="text-align: justify;">Trading For A Living merupakan sebuah jalan yang benar. Dengan trade for a living artinya kita memperlakukan pasar modal sebagai kendaraan untuk mencukupi kebutuhan hidup sehingga tentunya dilakukan dengan sebuah strategi yang profesional dan bertanggung jawab. Sedangakan Living for a trading, kita menjadi kendaraan sekuritas dan bursa efek untuk terus melakukan aktifitas trading yang akan menjadikan kita kecanduan sehingga tidak memiliki arah dalam berinvestasi. Kita akan menjadi liar, bahkan rela meraup keuntungan hanya 3-5 point sehari tanpa memikirkan resiko yang mungkin akan ditanggung.</p> <p style="text-align: justify;">Dalam Trading For A Living ini banyak sekali yang harus dipelajari. Hal yang terutama adalah <i><b>the art of business </b></i>itu sendiri. Dalam penelitian dan survei yang saya lakukan selama 1 tahun terakhir, tidak lebih dari 1% orang yang menganggap STOCK MARKET adalah business!. Sejumlah 30% menganggap stock market sebagai tempat berinvestasi, 69% menganggap stock market tempat judi legal. Maka dari itu, visi dan landasan berpijak harus disamakan dahulu. Untuk dapat berhasil di dunia pasar modal tidak ada jalan lain selain merubah dan menerima pola pikir bahwastock market adalah <i><span style="color: rgb(0, 0, 255);"><b>BUSINESS</b></span></i>. Dalam melakukan sebuah bisnis sangat di butuhkan jiwa enterpreneurship dan perencanaan yang matang untuk mencapai profit yang optimal. Tidak sedikit pihak yang berpendapat bahwa Rejeki diatur oleh Tuhan, maka tidak perlu terlalu pusing akan hal ini. Memang benar, namun tidaklah mungkin jika kita tidak berusaha secara maksimal dengan bertanggung jawab rejeki akan datang begitu saja. Yang saya imani adalah, dengan kita bekerja dengan baik dan bertanggung jawab, disanalah akan terbuka jalan. Untuk itu, setelah konsep bisnis bisa diterima kita akan berlanjut ke tahap berikutnya.</p> <p style="text-align: justify;">Trade for a living ini akan dialami oleh 3 pihak yang berbeda. Yang pertama adalah investor atau trader independen, yang kedua adalah orang yang bekerja di sekuritas sebagai wakil perantara perdagangan efek atau yang biasa disebut Broker, dan yang ke tiga adalah <b>mitra</b> dari perusahaan efek anggota bursa yang melakukan kegiatan kemitraan atau franchise.</p> <p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;"><span style="background-color: rgb(255, 153, 204);"><b><u>Trade for a living as Independent Investor or Trader</u></b></span></span></p> <p style="text-align: justify;"><i>Bagaimanakah menjadi seorang independen trader dan investor yang mampu mencukupi kebutuhan hidup melalui pasar modal ?<br /></i></p> <p style="text-align: justify;">Dalam bahasan kali ini kita asumsikan seluruhnya menjadi seorang trader yang menjadikan dunia saham menjadi bisnis. Apa sajakah yang harus dimiliki secara mutlak untuk dapat bertahan di pasar saham?</p> <p style="text-align: justify;">1. <b><u>Modal yang dimiliki harus mencukupi</u></b></p> <p style="text-align: justify;">Biaya hidup rata - rata di Indonesia untuk sebuah rumah tangga dengan memiliki 1 Anak, 1 mobil, 1 orang pembantu rumah tangga dimulai dari <span style="background-color: rgb(255, 0, 0);">5-8 Juta per bulan</span> (dengan asumsi dapat memiliki uang lebih untuk berekreasi di akhir pekan dan makan malam di restaurant bersama keluarga). Dengan fixed cost rata - rata 5-8 juta perbulan maka itulah Break Even Point dalam bisnis dipasar modal ini, mengingat tidak adanya bentuk investasi infrastruktur atau alat lain seperti bisnis konvensional lainnya. Berapakah trader yang menyadari akan hal ini ? Secara jujur berapa banyak yang akhirnya gagal memenuhi target perbulan tersebut dan terpaksa harus melakukan withdrawal dari modal yang ada ? Berapakah modal yang ideal untuk mencapai target tersebut ?</p> <p style="text-align: justify;">Dengan kondisi <b>hukum pasar modal dan aturan bursa efek Indonesia </b> yang tidak memperbolehkan <b><i>short selling</i></b> maka ini menjadi resistance besar bagi trader untuk mendapat keuntungan besar dalam dunia saham. Untuk itu pada market bearish maksimum profit yang dapat dihasilkan secara safe adalah 10% / bulan dari nilai portofolio. Sedangkan pada market bullish dan kondisi ekonomi yang mendukung ada peluang memperoleh gain hingga 35% / bulan. Perhitungan peluang profit tersebut dengan menggunakan trading sistem daytrading dan time frame trading berdasarkan hukum money management yang mengutamakan ratio resiko yang mungkin dapat ditanggung.</p> <p style="text-align: justify;">Dengan biaya hidup 5-8 juta per bulan maka minimum trader harus memiliki dana sebesar Rp.100.000.000,- untuk memulai trading pada pasar saham. Dengan dana sebesar 100 juta tersebut, kerugian dan segala bentuk trading sistem dan idealisme berdagang saham dapat dijalankan. Bagaimana jika hanya memiliki 50% atau 70% dari nilai tersebut ? Dapatkah melakukan trading for a living ? Secara langsung saya akan menjawab <b>TIDAK!</b> Mengapa begitu ekstrim ? YA! karena dengan dana dibawah 100 juta rupiah tersebut, mungkin 1-3 bulan pertama bisa mencukupi, tapi belum tentu dapat berjalan lancar hingga bulan ke 12. Jika berdagang saham dengan tujuan <b>trade for a living</b> namun memiliki modal dibawah 100 juta, maka seorang trader akan terjebak pada paham <b>living for a trading</b>. Terlebih jika tidak dimilikinya kemampuan Teknik trading dan psikologi trading yang baik.</p> <p style="text-align: justify;">2. <u><b>Belajar Teknik trading yang benar dengan metode ANALISA TEKNIKAL</b></u></p> <p style="text-align: justify;">Seorang trader yang mencoba membeli saham untuk memenuhi kebutuhan hidup namun tidak dibekali dengan pengetahuan dan kemampuan analisa teknikal yang baik sama dengan berperang tanpa membawa senjata dan armory. Untuk melakukan trading yang ideal, harus menggabungkan day trading dan weekly trading. Memiliki pengetahuan yang dalam dan luas akan berbagai macam teknik trading akan membantu menciptakan <i><b>trading sistem </b></i> yang sesuai dengan jiwa seorang trader tersebut. Perbedaan karakter manusia membuat berbeda pula trading sistem tiap - tiap orang. Inti dari perbedaan tersebut adalah <i><b>RASA NYAMAN </b></i>menanggung resiko yang dihasilkan dari tiap - tiap trading sistem. Dalam berbisnis, kita pun tau banyak sekali trik dan teknik bisnis.</p> <p style="text-align: justify;">Seperti bisnis ticketing, beberapa orang melakukan teknik membeli tiket 6 bulan - 1 tahun kedepan dengan harga yang sangat murah dan dapat dijual hingga 100% lebih pada saat jatuh tempo. Atau pada dunia leasing, kita dapat melakukan sedikit manipulasi harga beli untuk dimasukan dalam pembiayaan sebagai modal kerja. Kemampuan menemukan Teknik bisnis ini sangat diperlukan oleh setiap trader. Dimanakah dapat belajar analisa teknikal untuk trading ? Dengan membeli buku dan mengikuti training - training yang sering diadakan. <i><b>Jangan pernah takut berinvestasi mengikuti training</b></i>. Terlepas benar salah pengajar namun kita membeli pengalaman dalam bentuk pola pikir. Dalam trading saham, sebenarnya kita berperang melawan pola pikir market mover. Jika kita dapat mengetahui pola pikir dan teknik bermain market mover tersebut, maka kita dapat meraih keuntungan yang sebesar - besarnya.Banyak jenis analisa teknikal yang dapat anda pelajari melalui internet maupun membeli buku, Dasar yang sangat baik untuk dipelajari adalah <b>Dow Theory</b> yang dapat di lihat pada website www.trendtrader.co.cc.</p> <p style="text-align: justify;">3. <b><u>Memiliki Money Management dan Trading Plan yang baik dan sesuai dengan kondisi ekonomi masing - masing trader</u></b></p> <p style="text-align: justify;"><img src="http://stocksforliving.com/images/stories/moneyhome.jpg" alt="Image" title="Image" border="0" height="88" hspace="6" width="104" /></p> <p style="text-align: justify;">Money Management dan Trading planadalah hal terpenting dalam segala bentuk aktifitas dalam dunia bisnis.Seorang pedagang yang cerdik tidak akan menghabiskan uangnya dalam sebuah transaksi namun akan memaksimalkan transaksi pada titik resiko yang paling kecil. Contoh yang mudah adalah, seorang pedaganga baju akan memberikan discount besar pada saat yang sepi namun pada saat mendekati hari raya dan kenaikan kelas akanmenambah stok barang dan menjual 20% lebih mahal tentunya dengan resiko barang tidak laku lebih kecil.</p> <p style="text-align: justify;">Pada pasar saham hal ini sangat diperlukan. Sangat penting menghitung kemampuan modal kita untuk menanggung rugi yang dihasilkan. Sebagai dasar saya perkenalkan dengan <i><b>Return to Risk Ratio</b></i>. Return to risk ratio ini mampu memberikan gambaran pada kita berapa kemungkinan loss dan profit yang mampu kita capai dalam sekali transaksi. Contoh : Membeli Saham PT. ANEKA TAMBANG.TBK dengan harga 1.000 sebanyak 100 lot Senilai 50.000.000. Dengan perhitungan yang matang saham tersebut akan dijual pada harga 1.200. Namun jika mengalami penurunan, akan di lepas pada level harga 950. Maka Jika kita mengalami kerugian adalah sebesar 50 rupiah pada 100 lot dengan nilai sebesar2.500.000, sedangkan jika profit, maka akan mendapatkan keuntungan sebesar 200 rupiah pada 100 lot dengan nilai sebesar 10.000.000.</p> <p style="text-align: justify;">Untuk itu kita dapat menghitung sebagai berikut :<b><br /></b></p> <p style="text-align: justify;"><b>Potensi keuntungan = 10.000.000<br /></b></p> <p style="text-align: justify;"><b>Potensi kerugian = 2.500.000<br /></b></p> <p style="text-align: justify;"><b>Return to risk ratio = 10 juta/2,5 juta = 4 kali. Yang berarti, dengan 4 kali melakukan cut loss akan dicover dengan 1 kali profit.</b></p> <p style="text-align: justify;">Ratio Posisi kerugian 2.500.000 terhadap modal awal 100.000.000 adalah 40 kali. Sehingga modal awal mampu mengcover kerugian sebanyak 40 kali dengan return to risk ratio 4.</p> <p style="text-align: center;">Perhitungan seperti ini adalah salah satu contoh yang cukup baik untuk dilakukan dalam money management dasar. Sesuaikan ratio yang nyaman dan mampu di tanggung oleh masing - masing kondisi keuangan trader.</p> <p style="text-align: center;"><span style="font-size: medium;"><b><span style="background-color: rgb(255, 0, 0);">JANGAN PERNAH MENGGUNAKAN MARGIN TRADING JIKA ANDA TIDAK MENGERTI MAKNA DAN PERHITUNGAN LEVERAGE, MARGIN RATIO, DAN NILAI CAPPING SAHAM.</span></b><br /></span></p> <p style="text-align: justify;"> </p> <p style="text-align: justify;">4. <b><u>Berani "Mengamputasi" bagian tubuh yang terkena kanker!!</u></b></p> <p style="text-align: justify;">Ini merupakan bagian yang sangat - sangat sulit dilakukan oleh hampir 100% investor dan trader. Jika bagian tubuh anda terkena <b>kanker ganas</b> maka dokter akan menyarankan untuk menghilangkannya. Ada kanker pada tulang kaki, maka amputasi kaki harus dilakukan sebelum menjalar ke jantung dan bagian vital tubuh lainnya.</p> <p style="text-align: justify;">Di dunia saham hal ini disebut <b>STOP LOSS / CUT LOSS</b>. <span style="background-color: rgb(255, 0, 0);"><b>JANGAN PERNAH MENYENTUH DUNIA PASAR MODAL JIKA TIDAK BERANI MELAKUKAN CUT LOSS.</b></span> Ini merupakan hukum utama yang harus bisa diterima seorang trader for living sebelum membeli saham. Floating loss merupakan kanker yang dapat menyerang ke bagian vital portofolio anda jika dibiarkan. <span style="color: rgb(51, 51, 153);"><i><b>Mari kita buat sebuah analisa kecil. Bapak Gema seorang trader yang agresif, membeli saham ANTM pada harga 5.000 pada tahun 2007, sejumlah 20 lot senilai Rp.50.000.000 dengan modal portofolio Rp.100.000.000 berarti kita mengalokasikan 50% dana pada saham ANTM. kemudian sebagai trader yang berekspektasi bahwa saham ini dapat menuju level 7.000 bertekad melakukan hold saham ketika nilai saham turun sebesar 10%. Hingga hari ini, ANTM berada pada posisi 1.000 artinya nilai saham hanya tinggal Rp.10.000.000. Kanker yang terjadi pada Bapak Gema adalah dia harus mengalami kerugian 40% dari nilai portofolionya yaitu hanya menjadi Rp.60.000.000 jika melakukan Cut loss saat ini. Sedangkan jika saat turun 10% Bapak Gema melakukan cut loss, maka modalnya hanya berkurang 5% atau masih memiliki Rp.95.000.000.</b></i></span></p> <p style="text-align: justify;">Perhitungan diatas hampir tidak pernah dipertimbangkan oleh kebanyakan trader. Banyak sekali orang menyatakan berdagang saham sangat beresiko. Mengapa demikian?</p> <p style="text-align: justify;"><b>Dalam perdagangan saham, nilai likuiditasnya lebih dari 100% bisnis konvensional</b>. Banyak orang tidak menyadari bahwa sebenarnya toko - toko besar seperti SOGO dan sebagainya yang melakukan GREAT SALE 80% merupakan salah satu bentuk cut loss, termasuk cuci gudang. Juga pengusaha spare parts kendaraan tidak menyadari bahwa banyak diantara stok barang mereka yang menjadi stok mati yang tidak berbeda dengan saham. Namun pada dunia saham, resiko yang harus ditanggun <b>DATANG </b>lebih cepat dari pada bisnis konvensional. Jika SOGO melakukan cut loss pada akhir tahun, maka Bapak Gema mungkin harus melakukan cut loss pada hari yang bersamaanketika dia membeli saham tersebut.</p> <p style="text-align: justify;">Likuiditas pasar saham seharusnya dapat menjadi nilai tambah positif. Melakukan cut loss pada pasar saham dapat dilakukan sewaktu - waktu dan selalu ada yang membeli untuk saham - saham likuid. Namun untuk melakukan cut loss pada toko konvensional tidak semudah perdagangan saham.</p> <p style="text-align: justify;">Konsep dasar pemahaman melakukan cut loss harus dapat diterima terlebih dahulu. Tentunya dengan metode yang benar seperti perhitungan return to risk ratio. Dengan melakukan cut loss sebanyak 4 kali, akan tercover dengan keuntungan 1 kali jika <b>disiplin</b> menggunakan return to risk ratio 4 kali pada setiap membeli saham.</p> <p style="text-align: justify;">5. <u><b>Pilihlah saham - saham yang berfundamental baik dan Likuid</b></u></p> <p style="text-align: justify;">Faktor risk yang harus di tanggung dalam Trade for living tidak boleh senilai <b>Fixed Cost</b> yang harus ditutup dalam trading. Maka dari itu faktor safety perlu diperhatikan dengan baik. Perlu dilakukan pemilihan saham - saham yang memiliki fundamental yang baik dan likuid. Dengan memilih saham yang berfundamental baik, maka jika terjadi penurunan yang signifikan tidak akan terlalu lama untuk kembali pada level semula dikarenakan kondisi perusahaan yang baik. Sebagai contoh, Jatuhnya saham PGAS meninggalkan level 1.200 tidak memakan waktu yang lama untuk segera naik kembali dan sangat likuid dalam perdagangannya.</p> <p style="text-align: justify;">Dalam trade for living musuh kita adalah Market dan Waktu. Trading frame hanya 20 hari sedangkan kebutuhan hidup berjalan 30 hari. Maka terjadi 10 hari tanpa income. Untuk itu, saya menganjurkan untuk menghindari saham - saham yang tidak likuid dan memiliki faktor risk yang besar. Namun jika anda adalah seorang Living for a trading, yang menganggap perdagangan saham adalah sebuah game, dan hanya menjadikan saham sebagai sampingan serta memiliki modal besar, maka tidak salah jika mencoba saham - saham gorengan yang berpeluang memberi return 30% dalam 2-3 hari.</p> <p style="text-align: justify;">6. <u><span style="background-color: rgb(255, 255, 0);"><b>SELAMATKAN PROFIT AWAL ANDA SEBESAR FIXED COST YANG DIBUTUHKAN</b></span></u></p> <p style="text-align: center;"><b>Siapa yang harus diikuti ? Analisa Teknikal mengatakan saham saya akan naik lagi, namun keuntungan sekarang sudah mencukupi kebutuhan hidup 1 bulan ?</b></p> <p style="text-align: justify;">Jika pada awal minggu perdagangan saham yang anda beli sudah mencapai sejumlah fixed cost kehidupan anda <b>REALISASIKAN KEUNTUNGAN </b>walaupun masih berpeluang naik. Dalam 10 kali kesempatan saya menghadapi dilema ini, saya telah merasakan beberapa kali kehilangan kesempatan menutupi biaya hidup bulanan karena tidak merealisasikan keuntungan terlebih dahulu pada titik Break even point. Maka kesimpulan yang terbaik bagi TRADER yang bergantung pada bursa saham adalah :</p> <p style="text-align: center;"><span style="color: rgb(255, 0, 0);"><b><span style="font-family: Tahoma;"><span style="font-size: medium;"><span style="background-color: rgb(0, 0, 0);"><span style="color: rgb(255, 204, 0);"><span style="color: rgb(255, 255, 0);">TAKE YOUR PROFIT AFTER IT'S FLOAT AROUND YOUR FIXED LIVING COST, DONT EVER PLAY WITH HOPE BECAUSE YOU DEAL WITH YOUR LIFE STABILIZATION </span></span></span></span></span></b></span></p> <p style="text-align: center;"><span style="color: rgb(255, 204, 0);"><span style="font-size: medium;"><span style="font-family: Tahoma;"><b><span style="color: rgb(255, 0, 0);"><span style="font-size: small;">Kondisi ini hanya diperuntukan bagi Trade for a living trader, bukan bagi investor ataupun trader yang menjadikan saham sebagai side income.</span></span></b></span></span></span></p> <p style="text-align: justify;">7. <u><b>MEMILIKI TRADING PSIKOLOGI YANG BENAR</b></u></p> <p style="text-align: justify;">Trading saham berbeda dengan perdagangan konvensional. Pada perdagangan saham terdapat unsur jenuh, greedy, fear yang menyebabkan hilangnya obyektifitas penilaian terhadap pergerakan saham. Dalam perdagangan saham gangguan terbesar adalah pada running trade yang akan secara langsung mempengaruhi faktor fear and greed kita. Kuncinya adalah Disiplin dan terus moncoba untuk obyektif. Mengatasi rasa takut cut loss dan rasa menjadi hebat saat berhasil membuat profit adalah dasar keberhasilan.</p> <p style="text-align: justify;">Seorang trader yang baik akan mengetahui kapan badai akan datang sehingga saat itu dia tidak akan mempertaruhkan modalnya untuk mencari profit. Dia hanya akan berlayar pada saat angin datang mendorong perahunya dan bukan melawan perahunya. Jangan pernah menaruh harapan pada pasar saham. Harapan itu akan menggerus seluruh modal anda. <b><i>Plan your Trading and Trading your Plan</i></b>. Jangan mencoba untuk keluar dari jalur yang sudah anda buat, karena konsekuensi kehilangan kesempatan untuk mengcover biaya hidup sangat besar.</p> <p style="text-align: justify;">Berdagang saham bukan hal yang mudah. Memerlukan kesabaran dan ketekunan untuk dapat berhasil. Trader yang bijaksana juga tidak akan pernah melawan arah market. Dan tidak akan pernah mengejar jika sudah tertinggal.</p> <p style="text-align: center;"><span style="color: rgb(255, 204, 0);"><span style="background-color: rgb(0, 0, 0);"><b>TRADER WHO TRADING FOR A LIVING KNOW WHEN TO STOP TRADING, BUT TRADER WHO LIVING FOR A TRADING WILL CONTINUE SIT ON HIS OFFICE 24 HOURS A WEEK</b></span></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;"><span style="background-color: rgb(255, 153, 204);"><b><u>Trade for a living as Broker dan Franchise Securities </u></b></span></span></p> <p style="text-align: justify;">Sebagai seorang Broker yang bekerja pada perusahaan efek yang memiliki kebutuhan hidup dengan nilai rata - rata 5-8 juta, tentunya lebih ringan dalam mencari break even point. Dalam perusahaan efek, seorang broker mendapatkan basic salary dari 1 - 3 juta setiap bulannya tentunya dengan dibebani target komisi yang harus dikembalikan kepada perusahaan. Semakin besar gaji pokok yang diterima maka semakin besar target yang harus dikembalikan. Seorang broker mendapatkan tambahan penghasilan dari komisi yang diterima dari setiap transaksi jual beli dari nasabahnya. Rata - rata seorang broker menerima maksimum hingga 35% dari total transaksi nasabahnya. Komisi standart yang harus dibayarkan oleh tiap trader pada securities adalah sebesar 0,25% (membeli) dan 0,35% (menjual).Sebuah Sekuritas rata - rata menerima komisi bersih dari tiap transaksi nasabahnya sebesar 0,188% dan akan dibagikan kepada broker tersebut sebesar maksimum 35% atau sebesar 0,0658% sedangkan untuk franschise sebesar 0,1128% dari transaksi nasabahnya.Untuk franchise tidak ada minimum fee yang ditargetkan namun tidak mendapat gaji dan beban operasional menjadi fixed cost tambahan. Jadi sebuah simulasi trade for living untuk broker, dengan biaya hidup 6 juta rupiah per bulan maka transaksi yang harus dihasilkan adalah :</p> <p style="text-align: justify;">Biaya Hidup : 6.000.000</p> <p style="text-align: justify;">Minimum komisi yang harus dihasilkan : 3.000.000</p> <p style="text-align: justify;">Total Komisi yang harus dihasilkan : <span style="font-weight: bold;">(</span><b>9.000.000</b> / 0.0658/0.1128 (pada franchise)) X 100</p> <p style="text-align: justify;"> </p> <p style="text-align: justify;"><span style="color: rgb(255, 204, 0);"><span style="background-color: rgb(0, 0, 0);">TOTAL TRANSAKSI YANG HARUS DICAPAI : <b>Rp.13.677.811.550,- </b></span></span></p> <p style="text-align: justify;">Apa kiat - kiat yang harus dilakukan seorang broker agar dapat berhasil survive dalam market bearish ? Yang harus sangat diperhatikan adalah ratio transaksi kepada modal pada setiap musim perdagangan. Ratio tersebut adalah kemampuan modal untuk diperdagangkan hingga mencapai nilai tertentu. Dalam masa bearish, ratio yang paling aman bagi nasabah adalah <b>6 kali </b>modal. Sehingga, Dengan transaksi yang harus dihasilkan sebesar <b>Rp.13.677.811.550</b> maka minimum seorang broker harus memiliki modal dari nasabah sebesar <b>Rp.2.279.635.258. </b>Ratio ini telah mencakup jika ada nasabah yang tidak ingin trading namun berinvestasi. Dengan modal dibawah angka tersebut, akan sangat sulit mendapatkan nilai minimum untuk hidup sebagai seorang broker yang berkeluarga.</p> <p style="text-align: justify;">Senjata yang sangat diperlukan adalah :</p> <p style="text-align: justify;">1. Menguasai seluruh teknik trading dengan baik</p> <p style="text-align: justify;">2. Mampu memberi pengertian dan meciptakan pola berpikir bisnis sebagai <i><b>trader </b></i>kepada nasabah</p> <p style="text-align: justify;">3. Menguasai Money management dengan baik dan mampu meyakinkan nasabah bahwa cut loss adalah penyelamat pada</p> <p style="text-align: justify;">market bearish</p> <p style="text-align: justify;">4. Memiliki konsep dasar seorang manager investasi dan memiliki strategi untuk menciptakan market tersendiri</p> <p style="text-align: justify;">5. Memiliki akses informasi mengenai kondisi ekonomi dan fundamental perusahaan dengan baik</p> <p style="text-align: justify;">6. Memiliki kemampuan untuk memberi pengarahan dan pemahaman bisnis pasar modal serta teknik trading</p> <p style="text-align: justify;">lebih kepada nasabah</p> <p style="text-align: justify;"> </p> <p style="text-align: justify;"><u><b>Metode trading yang dapat digunakan adalah :</b></u></p> <p style="text-align: justify;">1. Day trading pada saham - saham berfrekuensi trading lebih dari 2000 kali dalam tiap harinya</p> <p style="text-align: justify;">2. Melakukan teknik trading hit and run pendek dengan range 5 point dengan volume yang besar</p> <p style="text-align: justify;">3. Melakukan time frame trading base on break out trading sistem tidak lebih dari 10 hari</p> <p style="text-align: justify;"> </p> <p style="text-align: justify;">-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------</p> <p style="text-align: justify;"><b><i>Sebagai tambahan informasi, trading pada masa market bearish ratio bear to bull adalah 14 : 6. Dimana dalam 1 bulan, 14 hari akan terjadi bearish dan 6 hari akan bullish. Maka dengan range yang sangat sempit kita harus berjuang untuk mendapatkan nilai Break Even untuk biaya hidup tetap kita.<br /></i></b></p><p style="text-align: justify;">Ditulis oleh : <span class="small">GEMA MERDEKA GOEYARDI, http://stocksforliving.com<br /></span></p>Rings & Diamondhttp://www.blogger.com/profile/17637257663232106358noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3613490867690611541.post-53784875508162650912008-11-22T22:02:00.000-08:002008-11-22T22:09:46.625-08:00Menakar Tingkat Kerendahan IHSG<strong>Jakarta</strong> - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sejak awal tahun hingga 21 November 2008 telah mengalami penurunan hingga 58,25%. Namun penurunan IHSG ini dinilai belum akan berhenti karena terseret buruknya pasar finansial global.<br /><br />Seberapa rendah IHSG akan bergerak? Mungkin ada baiknya belajar dari pengalaman sejarah IHSG saat krisis moneter melanda pada satu dasawarsa lalu.<br /><br />Analis Danareksa Sekuritas, Aldo Perkasa dalam risetnya yang dikutip <strong>detikFinance</strong>, Sabtu (22/11/2008) menjelaskan pasar saham Indonesia mengalami penjualan besar-besaran terutama sejak awal bulan September akibat perilaku investor (terutama investor asing) yang semakin negatif terhadap pasar negara berkembang.<br /><br />Bila pasar saham Indonesia dibandingkan dengan kinerja pasar saham negara lain, IHSG merupakan indeks yang kinerjanya paling buruk, dengan penurunan sebesar -42% sejak awal September atau -5825% dari awal tahun.<br /><br />Bandingkan dengan rata-rata kinerja pasar saham negara ASEAN yang mengalami penurunan sebesar -31% sejak awal September dan -47% dari awal tahun hingga 14 November 2008.<br /><br />Kinerja yang buruk ini juga disebabkan oleh tingginya korelasi pergerakan IHSG dengan<br />pergerakan harga minyak, dimana penurunan harga minyak mencapai -51% sejak awal<br />september dan -61% dari awal tahun hingga 14 November 2008.<br /><br />Namun, seharusnya sekarang ini korelasi tersebut semakin melemah, dikarenakan proses <em>rebalancing </em>yang telah terjadi di IHSG dimana saat ini sektor komoditas hanya memiliki persentase 16% (pada kuartal kedua sektor komoditas mencapai 30%).<br /><br />Dibalik penjualan besar-besaran itu, IHSG sempat mencapai titik terendahnya di level<br />1.111,4 pada tanggal 28 Oktober. Kemudian yang menjadi pertanyaan adalah apakah<br />titik tersebut merupakan bottom dari <em>bear market</em> yang sedang terjadi sekarang ini? Tidak<br />ada yang tahu hal ini dengan pasti.<br /><br />Namun berikut kami akan coba membandingkan krisis sekarang ini dengan krisis sebelumnya. <br /><br />Melihat sejarah pada krisis ekonomi 1998 IHSG mengalami koreksi seperti ini. Namun, bila kita cermati saat itu, ada beberapa fakta yang cukup menarik dari perilaku IHSG yaitu :<br /><br />Perhatikan bahwa saat penurunan IHSG (JCI) sudah mencapai lebih dari 50%, maka setelah itu IHSG mengalami pergerakkan rebound, seperti yang terjadi beberapa hari terakhir ini.<br /><br />Pada krisis 1998, IHSG mencapai bottom-nya setelah mengalami koreksi sebesar -64% dari titik tertingginya (level 736 ke level 275). Apabila kita menerapkan hal yang sama terhadap kondisi IHSG sekarang ini, maka -64% dari titik tertinggi 2.830 adalah adalah 1.018.<br /><br />Pada krisis 1998, IHSG membutuhkan waktu kurang lebih 1 tahun lebih dari puncak menuju bottom-nya, dan pada saat rebound IHSG hanya membutuhkan waktu sekitar 9 bulanan untuk kembali ke titik awalnya. Saat ini, IHSG telah mengalami koreksi terus menerus selama 11 bulanan, sehingga apabila kita yakin bahwa sejarah mungkin terulang lagi, maka bottom mungkin tidak akan terlalu lama lagi.<br /><br />Jika kita teliti lebih jauh, sebenarnya agak kurang adil bila kita membandingkan krisis 1998<br />dengan keadaan saat ini, karena keadaan fundamental ekonomi Indonesia sudah jauh lebih baik.<br /><br /><strong>Beberapa perbedaan penting antara krisis 1998 dengan saat ini adalah :</strong><br /><ul><li><span style="font-weight: bold;">Cadangan devisa</span> saat ini lebih tinggi 200% dibandingkan dengan 10 tahun lalu, yaitu sekitar 50 miliar dolar di akhir Oktober, dibandingkan 22 miliar dolar di akhir 1998, sehingga nilai tukar rupiah seharusnya akan jauh lebih stabil.</li><li>Suku bunga dan inflasi masih jauh lebih stabil, dimana BI rate saat ini 9,5% dan inflasi satu tahun terakhir yang mencapai11,8%, dibandingkan tahun 1998 yang keduanya mencapai diatas 20%.</li><li>Rasio utang luar negeri terhadap GDP Indonesia telah turun dari diatas 100% pada tahun 1998 menjadi sekitar 55% pada tahun 2008.</li><li>Keadaan politik saat ini jauh lebih terkendali dibandingkan dengan tahun 1998 yang</li><li>terjadi revolusi politik.</li></ul><br />Melihat perbedaan tersebut, risiko investasi di Indonesia seharusnya sudah lebih terbatas<br />dibandingkan 10 tahun lalu. Meskipun begitu, perilaku investor terkadang masih irasional dan cenderung tidak mempedulikan sisi fundamental dari ekonomi Indonesia sehingga IHSG tidak bisa terelak dari koreksi besar-besaran.<br /><br />Kami melihat penyebab dari tindakan investor yang begitu negatif ini adalah semakin kuatnya ancaman krisis ekonomi global sehingga perilaku para investor global masih cenderung menghindari risiko dan melarikan investasinya ke aset-aset yang lebih aman.<br /><strong><br />Prospek Pasar Modal Indonesia</strong><br /><br />Kami tetap masih optimis dengan potensi jangka panjang dari pasar modal Indonesia dan percaya bahwa krisis ini seharusnya tidak akan berlangsung terus menerus. Saat ini, valuasi IHSG sudah menjadi yang terendah diantara negara <span style="font-weight: bold;">ASEAN </span>lainnya yaitu 5,8x estimasi PE 2008 dibandingkan rata-rata <span style="font-weight: bold;">ASEAN </span>di 8,8x estimasi PE 2008, sehingga seharusnya hal ini membuat IHSG menjadi jauh lebih menarik di mata investor global.<br /><br />Walaupun begitu, kami melihat risiko ke depan masih ada, dengan beberapa hal penting yang perlu diperhatikan yaitu:<br /><br />Arah perkembangan ekonomi dan kebijakan ekonomi yang diambil baik di AS maupun di beberapa negara lain secara global dimana sejauh ini beberapa pemerintahan telah cukup proaktif dalam mendukung perekonomiannya.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Hedge fund </span>(investor asing) yang masih menarik dananya. Sejauh ini industri <span style="font-weight: bold;">Hedge fund global</span> telah mengalami kerugian sebesar 100 miliar dolar dari total industri sebesar 1,7 triliun dolar. Bila ke depannya keadaan ekonomi masih belum membaik, maka bukan tidak mungkin gelombang penjualan kembali dari <span style="font-weight: bold;">hedge fund </span>akan terjadi kembali.<br /><br />Proyeksi pendapatan perusahaan. Saat ini pasar masih belum mendapatkan gambaran yang jelas mengenai dampak krisis global terhadap kinerja para emiten. Apabila para investor sudah merasa nyaman dengan prospek kinerja emitten, maka seharusnya sentimen akan menjadi lebih stabil dan tidak fluktuatif seperti saat ini.<br /><br />Posted by Detikfinance.comRings & Diamondhttp://www.blogger.com/profile/17637257663232106358noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3613490867690611541.post-90154135098065791662008-11-16T02:17:00.000-08:002008-11-16T02:20:46.390-08:00Entry & Exit SignalSupport dan Resistance level tercipta secara psikologis, karena secara psikologis orang akan cenderung mengamati seberapa sering arga akan berbalik arah (reversal) di area-area harga tertentu.<br /><br />Persepsi-persepsi tersebut yang akan mengendalikan market. Ketika kita membeli barang di harga Rp.100.000,- akan terlihat lebih mahal jika kita membeli barang tersebut dengan harga Rp. 99.000,-. Perbedaan yang sangat kecil tersebut ternyata memiliki pengaruh yang sangat besar di alam bawah sadar kita. Suatu hal yang sangat menarik jika teknik pemasaran yang sangat sederhana itu kita aplikasikan juga dalam metode trading.<br /><br />Sebagai contoh ketika kita ingin menjual saham di harga 100 cobalah tempatkan order sell anda di harga 99, pasti lebih sedikit "sellers" yang menjual sahamnya di harga 99 dibanding di harga 100. Dan orang-orang yang ingin membeli akan melihat bahwa harga seolah-olah lebih murah. Kita hanya kehilangan 1 rupiah saja dari metode seperti ini tapi kita memiliki peluang lebih besar untuk menjual saham kita.<br /><br />When to use Technical Analysis<br />• Use technical analysis to help determine when to:<br />– Enter and exit trade<br />– Decide when to take profits and cut losses<br />– Place stops (and targets)<br />– Ride a trend<br />– Minimize risk<br /><br />• TA helps us make better decisions<br /><br />Entry signals<br />Deskripsikan metode entry anda secara jelas dan sebanyak-banyaknya. Dengan mendeskripsikan metode entry kita dengan jelas berarti kita telah memahami setiap alasan kita untuk masuk ke market, dan yang lebih jauh lagi kita juga memahami seberapa besar risk dari metode itu. Kita mungkin bisa mengatakan bahwa market sedang bearish dan bulish tapi yang lebih penting lagi kita harus bisa tahu juga dimana kita harus entry, kapan kita harus entry dan seberapa banyak kita akan entry ke market.<br /><br />Ada banyak metode yang bisa digunakan untuk menentukan metode entry<br />a. Moving Average Crossing<br />b. Candle stick<br />c. RSI overbought/oversold<br />d. Breakout darvas<br />e. Double top/double bottom<br />f. Support resistance<br />g. Dow Theory<br />h. etc....<br /><br />Deskripsikan metode-metode yang anda ketahui secara jelas dan lengkap, meliputi<br />- Kapan akan entry?<br />- Di harga berapa akan entry?<br />- Seberapa banyak akan entry?<br /><br />Pakai metode entry yang menimbulkan rasa nyaman untuk kita, karena ketika kita merasa nyaman dengan metode entry tersebut kita akan bisa memahami dan mengembangkan lebih lanjut metode tersebut.<br /><br />Exit signals<br />Sama seperti halnya dengen mendeskripsikan entry signals, deskripsikan juga metode entry yang membuat kita merasa nyaman.<br /><br />Kunci utama untuk bisa mendeskripsikan entry dan exit signal dengan baik adalah dengan mendeskripsikan trend dengan benar. Baik itu uptrend, downtrend maupun sideways trend. Deskripsi tentang trend bisa dilakukan dengan berbagai cara contohnya dow theory, chart pattern, moving average, bollinger bands, etc.<br /><br />Back testing<br />Back testing digunakan untuk menguji perfomance dari indikator atau trading system yang diaplikasikan pada data historikal. Bagian terpenting dari back testing adalah untuk mencari pola-pola dengan pro****litas tinggi di masa lalu untuk kita aplikasikan di masa depan.<br /><br />Dengan pengukuran-pengukuran yang dilakukan melalui backtesting kita bisa melakukan penyesuaian paramater-parameter yang sesuai dengan yang dimasa lalu, termasuk untuk mendeteksi "turning point".<br /><br /><i><span style="font-weight: bold;">this post taken from : forumdetik.com written by mata_dewa</span><br /><br /></i>Rings & Diamondhttp://www.blogger.com/profile/17637257663232106358noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3613490867690611541.post-36405627147921963122008-11-16T02:14:00.000-08:002008-11-16T02:16:51.574-08:00Psychology of Trading<div id="post_message_4964067">Indicator, pattern dan segala bentuk entry signal hanya merupakan bagian kecil dari suatu trading system. Suatu trading sytem atau metode trading yang memiliki pro balitas 80% untuk menang pun masih dapat membuat kita menjadi rugi jika kita tidak tahu bagaimana mengatur risk dan cara money management yang benar. Sebaliknya kita bisa menghasilkan banyak keuntungan walaupun system atau metode trading kita hanya memiliki peluang pro balitas 35% tapi kita terapkan 2 hal yang sangat penting<br /><br /><i>1. How to size ur position correctly ?<br /><br />2. How to ride a trend until it ends?</i><br /><br />Ada ratusan indikator dan pattern yang bisa digunakan untuk trading, tapi trading dengan banyak indikator tidak menjamin efektivitas dalam trading. Sebagian besar Trading system yang profitable dan sukses di market, hanya memiliki tingkat kebenaran sebesar 50%. Karena pada kenyataannya dari 100% market movement yang bisa kita manfaatkan secara efektif adalah skitar 30% saja. pro balitas sebesar 50% adalah sudah cukup bagus daripada kita tidak memiliki pro balitas sama sekali. Teknik entri kedalam market hanya sebagian kecil dari teknik untuk membuat "profesional trading system".<br /><br /><b>The Turtle</b><br /><br />Turtle Trader (jangan dibaca Pedagang Kura-kura yah) merupakan salah satu contoh dari Kelompok Trader yang bisa sukses. Saat itu Richard Dennis dan Bill Echardt yang merupakan Trader sukses bertaruh, Richard Bertaruh bahwa Trading adalah adalah keahlian yang bisa dipelajari dan diajarkan. Saat itu Richard mengumpulkan orang-orang lewat iklan di Koran. Dan Dari orang-orang yang terkumpul tersebut hanya separuhnya yang bisa bertahan dan terus trading sampai sekarang.<br /><br />System yang diajarkan oleh Richard Dennis untuk kesemua orang yang dikumpulkan adalah sytem yang sama, tapi 50% diantaranya tidak mampu untuk mengalahkan aspek-aspek psikologis dalam diri mereka. Sehingga system yang seharusnya profitable tersebut menjadi kurang powerfull lagi.<br /><br /><i>"Most traders take a good system and destroy it by trying to make it into a perfect system."</i><br /><br />Separuh orang yang masih bertahan tadi akhirnya disebut dengan "Turtle Traders", karena seperti halnya kura-kura yang baru menetas dari telurnya hanya separuhnya yang bisa bertahan hidup dilautan dan menjadi dewasa, sisanya kebanyakan mati karena dimangsa predator dan sebagainya.<br /><br />Para "Turtles" secara konsisten menghasilkan profit 70% bahkan lebih walupun pada kenyataanya Trading system yang mereka miliki hanya menghasilkan 35 signal yang benar dari 100 kali signal yang muncul.<br /><br />pro balitas nya memang tidak seimbang tapi ada hal-hal penting yang harus diperhatikan kenapa dari 35% pro balitas itu mereka bisa menghasilkan profit yang sangat besar. Untuk mempelajari teknik yang dimilki oleh para "Turtles" tidak butuh waktu banyak kalau ditanya pastinya sih tidak lebih dari 2 jam. Tapi hal yang paling sulit untuk diajarkan adalah pola pikir dan kemauan seperti yang dimiliki para "Turtles"<br /><br />95% Trader nyaris tidak pernah berimprovisasi dalam pola pikirnya sehingga secara tidak sengaja telah menghalangi diri mereka untuk mendapatkan profit. Pada kenyataannya profit hanya bisa didapatkan oleh para trader yang mau keluar dari zona nyamannya, serta bekerja sesuai dengan pambawaan masing-masing, dan yang paling penting tahu dan memahami kelebihan dan kekurangan yang dia miliki (Personal Strength)<br /><br /><br /><i>"...adding more indicators does not necessarily increase your effectiveness..."<br /><br /><br />this post originally posted at:<br /><a href="http://www.trendtrader.co.cc/" target="_blank">www.trendtrader.co.cc</a><br /></i></div> <!-- / message --><!-- sig --><span style="font-family:Arial Narrow;"><i><u><b><br /></b></u></i><br /></span>Rings & Diamondhttp://www.blogger.com/profile/17637257663232106358noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3613490867690611541.post-58643638917724128502008-11-02T01:24:00.000-07:002008-11-02T01:25:30.117-08:00Sejarah Kejatuhan Indeks Harga Saham Gabungan<div class="entry"> <div class="snap_preview"><p>Ada beberapa hal penting terjadi selama 2 bulan terakhir yang bisa dijadikan sebuah catatan bagi para investor, kejadian demi kejadian ini telah memberikan sinyal atas kejatuhan index hingga hari ini. Apa saja hal-hal penting itu…?</p> <p><strong>29 September: </strong></p> <p>Saham BNII kembali disuspen karena makin tingginya ketidakpastian akuisisi oleh Maybank. Menjelang libur panjang selama seminggu menjelang lebaran indeks ditutup melemah tipis 0,7% menjadi 1.832 dengan nilai transaksi relatif kecil mencapai Rp 2,2 trilliun. Indeks LQ-45 turun 3,8 poin (1%) ke level 369 dan Jakarta Islamic Index (JII) turun 4,3 poin (1,5%) ke posisi 286. Sepinya transaksi karena para investor menahan diri dari bursa karena kondisi gonjang-ganjing pasar global. Sementara itu Hangseng ditutup melemah 4,3% akibat naiknya suku bunga mortgage oleh HSBC sehingga sektor properti merosot tajam. Indeks Nikkei melemah 1,2%, STI melemah 2,3%, dan Kospi melemah 1,3%.</p> <p><strong>6 Oktober: </strong><span id="more-131"></span></p> <p>Hari pertama pasca libur lebaran (30 September - 3 Oktober) indeks turun tajam sebesar 10% keposisi 1.648 mendekati level terendah intraday pada bulan September di level 1.592. Penurunan dipicu oleh faktor eksternal seperti akumulasi penurunan bursa-bursa global selama masa liburan, turunnya harga minyak yang break dibawah US$ 90/barrel sehingga membuat kontrak CPO turun dibawah RM 2.000/ton serta melemahnya nilai tukar rupiah ke posisi diatas 9.500/US$ mengikuti pelemahan mata uang regional lainnya seperti dolar Hong Kong yang melemah 0,01%, rupee India turun 4,93%, won Korea anjlok 12,43%, peso Filipina melemah 2,73%, dolar Singapura melemah 3,91%, bath Thailand melemah 1,51%, dan dolar Taiwan melemah 1,03%.</p> <p>Di saat bersamaan, BPS mengumumkan data inflasi untuk bulan September yang tercatat 0,97% atau 12,14% (yoy), sedangkan untuk tahun kalender dari Januari- September mencapai 10,47%. Angka inflasi tersebut merupakan laju inflasi paling tinggi pada 3 tahun terakhir dan lebih tinggi dari bulan Agustus yang mencapai 0,51%. Pengumuman inflasi pada siang hari tersebut makin menekan bursa hingga merosot 10% sehingga terdapat 15 emiten yang terkena penghentian perdagangan saham otomatis (auto reject) karena menyentuh batas bawah maks penurunan sebesar 30%. Bursa di Asia juga terseret gelombang panic selling seperti Hang Seng turun 4,97%, Seoul turun 4,29%, Nikkei turun 4,25%, Shanghai turun 5,23%, STI Singapura anjlok 5,26%, dan Taiwan turun 4,12%.</p> <p><strong>7 Oktober: </strong></p> <p>Otoritas Bursa Efek Indonesia mensuspend saham Bakrie Group yakni PT Bakrie & Brothers (BNBR), PT Bumi Resources (BUMI), PT Energi Mega Persada (ENRG), PT Bakrieland Development (ELTY), PT Bakrie Sumatera Plantations (UNSP) dan PT Bakrie Telecom (BTEL). Bursa juga mensuspend kegiatan PT Danatama Makmur sejak sesi II karena dikabarkan gagal bayar terhadap penyelesaian transaksi saham yang jatuh tempo pada 6 Oktober (transaksi terjadi pada 26 September).</p> <p>Banyaknya rumor negatif tentang grup Bakrie dan gagal bayar oleh salah satu broker ditambah pernyataan dari sebuah house asing untuk menghindari surat utang di Indonesia makin membuat investor kembali melakukan sell off. Kondisi negatif yang demikian membawa psikologis market sehingga terjadi panic selling yang makin menekan investor pengguna fasilitas margin atau repo dibawah bayang forced sell.</p> <p>Indeks sebelumnya pada sesi I sempat menguat 2.2% ke level 1.651 sebelum akhirnya ditutup melemah 1.7% ke posisi 1.619.</p> <p>Bank Indonesia memajukan Rapat Dewan Gubernur dari awalnya 8 Oktober sebagai respons dari kondisi krisis keuangan global. BI rate akhirnya kembali naik 25 bps ke level 9.5% untuk menekan laju inflasi dan laju pertumbuhan kredit perbankan.</p> <p><strong>8 Oktober: </strong><br /><em><br />Black Wednesday.</em> Anjloknya saham ISAT hingga auto reject turun hingga Rp 1.200 atau 23,3% menjadi Rp 3.950 diduga memicu investor panik sehingga melakukan sell off saham blue chip lainnya seperti PTBA dan ASII. Saham PTBA turun Rp 1.750 atau 25% menjadi Rp 5.250 dan saham ASII turun Rp 3.200 atau 20% menjadi Rp 12.800.</p> <p>Pada pukul 11.08 WIB, perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia disuspend setelah indeks meluncur ke bawah hingga 10,38% atau 168 poin ke posisi 1.451. Sementara itu nilai transaksi hanya mencapai Rp 988 miliar, frekuensi tercatat 27.494 kali dan volume 1,129 miliar saham. Posisi tersebut merupakan terendah sejak September 2006. Bursa Efek Indonesia sebelumnya pernah ditutup pada 13 September 2000 ketika ada peledakan bom ketika dulu masih bernama Bursa Efek Jakarta.</p> <p>Sebelumnya dari analisa tehnikal indikator MACD dan MA (8 September) telah membentuk pola death cross yang mengkonfirmasi indeks dalam trend bearish. Penurunan hingga sebesar 10,38% tersebut merupakan terburuk dibanding bursa lainnya di Asia seperti Hang Seng yang anjlok 5,44%, Seoul turun 3,54%, KOSPI turun 3,42%, Nikkei turun 4,54%, STI turun 3,84%, Taiwan turun 4,34% dan Australia turun 4,04%.</p> <p>Selain Bursa Efek Indonesia, bursa efek di Rusia yakni Micex memasuki hari kedua suspend setelah mengalami penurunan indeks sebesar 14,4% kemudian Bucharest Stock Exchange di Rumania juga melakukan suspend setelah merosot sebesar 9,3% atau anjlok 18% dalam tiga hari perdagangan terakhir. Seandainya dibandingkan sejak akhir tahun lalu telah terpuruk minus 65%.</p> <p>Kondisi yang kritis tersebut membuat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bersama menteri dibidang ekonomi, BI, pemangku kepentingan bursa menggelar rapat kabinet terbatas pukul 22.00 WIB di Kantor Presiden guna membahas anjloknya bursa saham.</p> <p>Sementara itu, Bank Indonesia menyatakan cadangan devisa turun US$ 1,2 miliar dalam satu bulan menjadi US$ 57,108 miliar atau setara dengan kebutuhan 4,5 bulan kali impor. Besarnya devisa yang dimiliki saat ini relatif aman karena diatas 3 bulan kali impor.<br /><strong><br />9 Oktober: </strong></p> <p>Pemerintah menyiapkan lima langkah stabilisasi pasar diantaranya memperbesar porsi saham yang dapat di <em>buy back</em> dari 10% menjadi 20%, meniadakan batasan pembelian saham dalam satu hari dari sebelumnya maksimal 25% dari volume perdagangan harian menjadi 100%, membolehkan buy back tanpa RUPSLB namun cukup keterbukaan informasi, menyiapkan dana infrastruktur sebesar Rp 4 triliun untuk membantu BUMN buy back saham.</p> <p>Sebanyak enam emiten BUMN terdiri dari ANTM, SMGR, PTBA, TLKM, JSMR, dan PGAS siap melakukan program buy back sahamnya. Sementara itu, BUMN perbankan tidak akan melakukan program buy back karena dana yang dimiliki untuk modal. Menkeu Sri Mulyani dalam jumpa pers di Gedung Depkeu menyatakan pemerintah dan otoritas bursa berencana membuka kembali perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia besok Jumat 10 Oktober.</p> <p>Bank Indonesia mengeluarkan kebijakan menurunkan angka giro wajib minimum (GWM) untuk menambah likuiditas perbankan yakni dari 9,08% menjadi 7,5%. Sedangkan untuk proporsi yang menjadi primary reserve dan secondary reserve akan diatur kemudian. Selain itu, LDR juga tidak akan diperhitungkan lagi sebagai faktor penghitungan GWM.</p> <p>Sementara BEI di suspend kondisi bursa regional mulai rebound seperti halnya Hangseng menguat 3,3%, Shanghai naik 0,6%, dan Singapura naik 2,09% sedangkan Nikkei ditutup melemah tipis 0,5%.<br /><strong><br />10 Oktober:</strong></p> <p>Bursa Efek Indonesia akhirnya membatalkan membuka perdagangan bursa dan memutuskan menutup satu hari penuh perdagangan saham dan baru akan dibuka Senin 13 Oktober. Langkah tersebut diambil karena kondisi bursa global masih kritis merosot tajam. Sementara itu nilai tukar rupiah antar bank sempat menembus diatas level Rp 10.300/USD.<br /><strong><br />12 Oktober: </strong></p> <p>Bumi Resources Tbk (BUMI) di dalam jumpa pers menyatakan akan melakukan buy back sebesar 20% dari semula 3% atau sebanyak 3,88 miliar saham. Sementara mengenai suspensi saham, Bakrie & Brothers (BNBR) meminta suspensi diperpanjang selama transaksi penjualan saham anak usahanya selesai. Dikabarkan saat ini Group Bakrie tengah melakukan rasionalisasi investasi dengan menawarkan saham beberapa anak perusahaan ke berbagai pihak diantaranya Avenue Asia, Credit Lyonnais, dan 4 konsorsium lokal (Sampoerna dan Djarum) juga Tata Group.<br /><strong><br />13 Oktober: </strong></p> <p>Otoritas bursa membuka kembali perdagangan saham, tanpa pre-opening dan adanya pembatasan auto rejection sebesar 10% dari sebelumnya 30%. Saham yang sempat terkena auto rejection batas atas antara lain Adhi Karya (ADHI), Timah<br />(TINS), Bank BRI (BBRI), Bank Mandiri (BMRI), Tambang Batubara Bukit Asam (PTBA), Telkom (TLKM), Indosat (ISAT), BCA (BBCA) dan Perusahaan Gas Negara (PGAS).</p> <p>Indeks ditutup menguat tipis 10 poin (0,7%) menjadi 1.461 dari sebelumnya sempat terkoreksi 92 poin. Dampak positif dari auto rejection yang baru yakni penurunan menjadi terbatas begitu juga bagi short seller makin terjepit menjalankan aksinya. Namun sebaliknya tidak bisa mengejar reboundnya bursa saham Asia seperti Hang Seng yang melonjak 10,24%, Seoul naik 3,79%, KOSPI naik 3,62%, Shanghai naik 3,65% dan STI Singapura naik 7,18%.</p> <p>Investor juga menyambut positif keluarnya Perpu UU tentang Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang menjamin simpanan yang sebelumnya maksimal Rp 100 juta menjadi Rp 2 miliar atau naik 20 kali lipat mengikuti Eropa dan Australia.<br />Sementara itu, Bakrie Group melakukan public expose guna menjelaskan berbagai rumor atau isu yang cenderung menyesatkan di pasar.<br /><strong><br />14 Oktober: </strong></p> <p>Bank Indonesia kembali mengumumkan kebijakan baru termasuk di dalamnya pelonggaran Giro Wajib Minimum Valas.</p> <p><strong>15 Oktober:</strong></p> <p>Menyikapi kondisi bursa yang dinamis, Bursa Efek Indonesia mengeluarkan peraturan baru auto rejection (SE-005/BEI.PSH/10-2008) yakni batas atas menjadi 20% dari sebelumnya 10% sedangkan batas bawah tetap sama 10%. Selama ini pemberlakuan auto rejection selalu simetris antara batas atas dan bawah namun karena kondisi pasar yang sedang tertekan krisis keuangan global maka berubah menjadi asimetris.</p> <p>From : Detikfinance.Com</p> </div> </div>Rings & Diamondhttp://www.blogger.com/profile/17637257663232106358noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3613490867690611541.post-32299590851654036992008-11-01T03:01:00.000-07:002008-11-01T03:03:17.960-07:00Akhirnya BUMI pun dilegoBNBR <a href="http://www.detikfinance.com/read/2008/11/01/123017/1029521/6/northstar-pacific-beli-bumi-resources-rp-12536-triliun">terpaksa melepas</a> seluruh portofolionya di BUMI lantaran sedang dililit utang gadai saham dengan jumlah pokok sebesar Rp 11,51 triliun dan bunga pinjaman sekitar Rp 1,22 triliun. Totalnya sekitar Rp 12,73 triliun.<br /><br />Rencana penjualan BUMI pun langsung mendapat sambutan hangat. Investor dari dalam dan luar negeri berebut saham BUMI, termasuk para BUMN.<br /><br />Siapa pun pasti <em>ngiler</em> dengan BUMI. Hingga semester I-2008, BUMI berhasil membukukan laba bersih hingga US$ 436,8 juta atau sekitar Rp 4,5 triliun. Perolehan laba tersebut berarti <a href="http://www.detikfinance.com/read/2008/11/01/144257/1029585/6/%28http://www.detikfinance.com/read/2008/08/01/123433/981265/6/laba-bumi-melejit-150%29.">naik hingga 150%</a> dibandingkan semester I-2007, terutama berkat naiknya harga batubara.<br /><br />Namun kilauan kinerja BUMI tersebut tidak terjadi dalam waktu sekejap dan sempat mengalami jatuh bangun hingga pergantian bisnis inti.<br /><br />Sementara harga sahamnya pun terus menanjak. Jika pada tahun 2006 harganya hanya berkisar padaRp 760, maka pada tahun-tahun berikutnya harga saham BUMI terus menanjak dan mencapai titik tertingginya pada 23 Juni 2008 sebesar Rp 8.500.<br /><br />Namun semenjak kabar gadai saham BUMI muncul, sahamnya terus tergerus. Pada 6 Oktober 2008, saham BUMI ditutup pada Rp 2.175, sebelum akhirnya disuspensi pada perdagangan 7 Oktober.<br /><br />Berikut sepenggal kisah dari Bumi Resources yang dulunya sempat bernama PT Bumi Modern Tbk, seperti dikutip <strong>detikFinance</strong> dari situs BUMI dan sumber-sumber lain, Sabtu (1/11/2008):<br /><br /><strong>Tahun 1990</strong>, mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya.<br /><br /><strong>Tahun 1997</strong>, PT Bakrie Capital Indonesia mengambil alih seluruh saham yang dimiliki Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912 (AJB Bumiputera) sebanyak 58,51%.<br /><br /><strong>13 Agustus 1998</strong>, RUPSLB Bumi Modern menyetujui perubahan bisnis inti dari sektor perhotelan dan turisme ke bisnis migas serta pertambangan.<br /><br /><strong>Tahun 2000</strong>, perseroan mengambil alik 97,5% saham Gallo Oil (Jersey) Ltd. Gallo Oil didirikan di Jersey pada 17 Desember 1997.<br /><strong><br />20 September 2000</strong>, Departemen Hukum dan HAM menyetujui perubahan nama dari PT Bumi Modern Tbk menjadi PT Bumi Resources Tbk.<br /><strong><br />November 2001</strong>, BUMI mengakuisisi 80% saham PT Arutmin Indonesia dari BHP Minerals Exploration Inc. Ketika itu, Arutmin merpakan tambang batubara terbesar keempat di Indonesia dengan 4 tambang terbuka di Senakin, Satui, Asam-asam dan Batulicin, yang semuanya berlokasi di Kalimatan Selatan.<br /><br /><strong>Oktober 2003</strong>, BUMI mengakuisisi 100% saham PT Kaltim Prima Coal (KPC), sekaligus menempatkan BUMI sebagai produsen batubara terbesar di Indonesia.<br /><br /><strong>April 2004</strong>, perseroan mengakuisisi 19,99% saham Arutmin yang dimiliki PT Ekakarsa Yasakarya Indonesia. Dengan demikian, kepemilikan BUMI di Arutmin mencapai 99,99%.<br /><br /><strong>Desember 2005,</strong> BUMI memfinalisasi divestasi saham KPC. Hasilnya, kepemilikan BUMI di KPC baik langsung ataupun tidak langsung mencapai 95%.<br /><br /><strong>21 April 2008,</strong> induk BUMI, PT Bakrie and Brothers Tbk (BNBR) <a href="http://www.detikfinance.com/read/2008/09/05/092837/1000742/6/bakrie-brothers-gadai-saham-anak-usaha-di-bawah-harga-pasar">menggadaikan saham</a> BUMI untuk memperoleh pinjaman pendek dari Odickson Finance di harga Rp 6.790 per saham.<br /><br /><strong>7 Oktober 2008</strong>, 6 emiten Grup Bakrie <a href="http://www.detikfinance.com/read/2008/10/07/103708/1016401/6/6-saham-grup-bakrie-disuspensi">disuspensi,</a> termasuk BUMI.<br /><br /><strong>31 Oktober 2008,</strong> BNBR mencapai kesepakatan untuk pembelian 35% saham PT Bumi Resources Tbk (BUMI) senilai US$ 1,3 Miliar.<br /><br />Posted by Detikfinance.comRings & Diamondhttp://www.blogger.com/profile/17637257663232106358noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3613490867690611541.post-45368872246403144112008-10-19T10:20:00.000-07:002008-10-19T10:33:49.759-07:00Scam : Seminar Forex LumenSaya dengan latar belakang pekerjaan banking di bidang forex, tertarik dengan iklan workshop forex yang diadakan oleh "LCR", boleh dibilang iklannya adalah yang paling besar yang pernah saya lihat di beberapa media cetak disertai dengan foto CEOnya yang handsome... karena tertarik dengan robot system yang dipromosikan, kira2 bulan april bersama kawan2 mendaftar untuk ikut workshop tersebut dengan biaya Rp.9,5 juta ..<br /><br />Dengan kepiawaiannya si CEO tersebut mengajarkan suatu cara untuk main forex dengan resiko nol, system yang disebut immortal. Ternyata cara tersebut bukanlah suatu ilmu baru, dan bukanlah suatu cara yang dapat diandalkan untuk jangka panjang, saya tidak tertarik, karena<br />triknya hanyalah menggunakan celah dari perbedaan swap interest di antara 2 broker, dan kita malahan tidak tenang, karena system itu sangat labil dan tidak disukai oleh pihak broker.<br /><br />Selanjutnya diajarkan suatu cara trading dengan menggunakan robot.... Robot system memang saya butuhkan agar saya tidak harus selalu berada di depan monitor, tetapi ternyata robotnya tidak memadai, karena kita sebagai pembeli masih disuruh untuk mensetting robot yang sangat complicated, dan tidak memperbesar probabilitas profit dalam trading...<br />Cukup lama saya berusaha mendalami produk mereka, ternyata memang tidak bisa dipakai untuk trading, berbagai macam test sudah saya lakukan tapi hasilnya jelek..<br /><br />Saya capek mempelajari robot systemnya, kemudian saya minta hasil uji coba robot tersebut dengan maksud saya mau test kehandalan robot tersebut dengan setting dari si pembuat yang katanya dahsyat.. (lazimnya sebuah tools yang dijual sudah melalui tahapan uji coba yang matang)...ternyata si CEO dan partnernya, justru tidak pernah menggunakan robot tersebut sebagai andalan trading mereka, bahkan tampaknya mereka tidak melakukan trading forex, karena sampai saat ini mereka terus berkelit dengan berbagai dalih agar saya tidak menuntut hasil uji coba yang seharusnya mereka lakukan atas produk tersebut...<br /><br />Mungkin karena mereka grogi, mereka menawarkan untuk segera mengembalikan uang saya....he he he saya malah jadi curiga, ada apa sih sebenarnya....wong awalnya saya berniat mau minta settingan yang mereka pergunakan untuk saya pergunakan juga. Membeli robot mereka, ibaratnya kita membeli sebuah mobil dengan harga yang mahal, tapi kita disuruh merakit sendiri mobil tersebut...he he he he terlalu deh....<br /><br />Jadi sekarang saya kembali ke system trading yang lama, yaitu manual saja, jauh lebih tenang dan stabil dan santai dalam menjalankannya...cuma repotnya kalau sedang ada trading saya jadi gak bisa pergi2, makanya saya berniat beli robot, ternyata kecele tuh...<br /><br />Saya sekarang prihatin sekalil dengan begitu banyaknya partisipan (saya perkirakan hampir seribu) yang tidak mengerti bahwa mereka sebenarnya tidak mendapat produk yang sesuai dengan yang dijanjikan, bahkan hampir tidak ada yang mendapatkan profit dari system yang<br />ditawarkan...kalau saya pribadi sih mengatakan produknya tidak layak pakai...<br /><br />Pihak "LCR" setiap bulan pasti mengadakan workshop, option atau forex...setiap angkatan workshop rata 100 peserta....jadi setiap bulan pihak "LCR" mendapat uang segar 100 x Rp.9.500.000,- = Rp.950.000.000,- kadangkala dalam sebulan ada 2 kali workshop...waaah<br />luar biasa..<br /><br />TTM yang baik,<br />Langkah apa yang sebaiknya saya lakukan, karena nurani saya tidak tega membiarkan korban yang bertambah terus...bisa saja saya langsung menerima uang yang dikembalikan dan urusan saya selesai, tapi saya masih belum mau menerimanya...<br /><br />Mungkin TTM ada yang punya usul, langkah apa yang harus ditempuh oleh para partisipan..? Apakah harus mengadu ke YLKI (apa diladeni..?) Tujuannya agar jangan sampai tambah banyak yang kecele..<br /><br />Mungkin ada diantara TTM yang juga kecele..? japri saya deh..<br /><br />Written by Willy Maringka @ Obrolan BandarRings & Diamondhttp://www.blogger.com/profile/17637257663232106358noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-3613490867690611541.post-52544221584744672322008-10-19T06:10:00.000-07:002008-10-19T10:13:03.697-07:00Fenomena Ekonomi yang mendidik rendah hati<p><img style="width: 536px; height: 246px;" src="http://stocksforliving.com/images/stories/sky.jpg" alt="Image" title="Image" border="0" hspace="6" /></p> <p style="text-align: justify;">Jatuhnya IHSG setelah masa rebound 2 minggu lalu menjadi konfirmasi super bearish akan segera berlangsung hingga akhir oktober. Rencana bailout pemerintah mendapat respon yang sangat emosional oleh masyarakat. <i><b>Euphoria</b></i> masyarakat dengan level yang sangat tinggi akhirnya membuat saham - saham mengalami <span style="font-weight: bold;">auto rejection</span> offer sejak awal pembukaan perdagangan IHSG beberapa hari yang lalu.</p> <p style="text-align: justify;">Rencana Buy back pemerintah di hari - hari awal rebound belum terlaksana sepenuhnya namun telah memberi efek greedy yang luar biasa, dan terkesan masyarakat takut tertinggal kereta. Tiga hari terakhir sebelum akhir pekan sekuritas yang ditunjuk pemerintah untuk melakukan program buy back malah menjadi penjual terbesar pada saham - saham BUMN yang dapat kita lihat dari transaksi perdagangan saham pada software-software online trading. Mengapa ? tentunya pemerintah memiliki alasan tersendiri. Tetapi masyarakat cukup pandai dalam <i>crash</i> kali ini. Mengapa? Terjadi <span style="font-weight: bold;">Auto rejection</span> pada posisi bid berkali - kali menunjukan adanya kesamaan cara pandang antara masyarakat kita.</p> <p style="text-align: justify;">Sejak awal 2008, berita hancurnya ekonomi Amerika Serikat masih terbungkus rapi. Tentunya ini dimaksudkan agar mereka dapat menciptakan market yang sempurna untuk melikuidkan posisi mereka di capital market. Dengan menggerakan pasar memasuki fase <i><b>excess</b></i> menurut Dow Theory, maka mulai dari pasar saham, oil, komoditas, mengalami bullish yang setinggi - tingginya hingga IHSG mencapai level 2.800-an dan Dow berada di area 13.000 ke atas. Pada saat itu banyak analis fundamental dan beberapa analis teknikal memberi proyeksi IHSG akan segera menyentuh level 1.800 bahkan ke 1250 pada tahun 2008. Tentunya saat itu 80% partisipan pasar modal tidak bisa menerima sudut pandang tersebut. Semakin banyak orang yang tidak dapat menerima, maka semakin berhasil proses unloading portofolio asing di negara kita.</p> <p style="text-align: justify;">Bullish yang memasuki fase <i><b>excess</b></i> adalah kesempatan terbaik untuk segera exit dari suatu bursa pada saat itu. Karena pada saat itu terjadi optimisme yang berlebihan sehingga posisi bid akan selalu terisi dengan penuh dan posisi offer akan selalu habis terbeli. Pada saat itu masyarakat masih belum sadar akan gelembung yang akan segera pecah akibat bobroknya sistem perekonomian di Amerika Serikat yang sebenarnya sudah dimulai sejak tahun 2002 di tandai dengan peristiwa <i>dot com</i>, dan mulai meletus pada Agustus 2007 saat peristiwa Subprime Mortgage.</p> <p style="text-align: justify;">Hari - hari terakhir masyarakat baru menyadari hal ini. Pasar saham Indonesia menjadi sangat sensitif. Melihat hal ini, saya teringat film layar lebar TITANIC. Dimana pada saat kapal tertabrak batu es masih banyak sekali para bangsawan yang tertidur dan tidak tau apa yang terjadi. Namun pada saat lampu kapal mulai padam, kepanikan yang tidak terkontrol terjadi. Seluruh penumpang sudah mengerti dengan benar apa yang terjadi dan sibuk menyelamatkan diri masing - masing. Ini terjadi pada bursa saham kita. Pada saat semua orang menyadari bahwa negara adikuasa tersebut mengalami krisis likuditas dan terjadi redeem besar - besaran dan berdampak sangat buruk bagi bursa regional khususnya Indonesia, barulah masyarakat menyelamatkan diri dengan menjual saham mereka walalu rugi sekalipun.</p> <p style="text-align: justify;">Hal ini dapat kita lihat dengan kejadian <span style="font-weight: bold;">auto rejection</span> pada posisi bid. Bursa saham Indonesia menjadi sangat sentimentil dan melankolis. Dengan hanya koreksi minor dari indeks DOW JONES, maka tidak sulit bagi kita melihat adanya <span style="font-weight: bold;">auto rejection</span> bid dalam perdagangan IHSG besok harinya. Begitu juga sebaliknya, sedikit saja berita buy back maka kita dapat melihat saham - saham teraktif mengalami <span style="font-weight: bold;">auto rejection</span> offer dengan mudahnya. Kebanyakan dari masyarakat Indonesia telah kehilangan arah di pasar modal.</p> <p style="text-align: justify;">Peristiwa Ini adalah sebuah tanda bahwa dalam suatu perdagangan saham keragaman dan perbedaan pendapat investor satu dengan yang lain sangat diperlukan. Perbedaan itulah yang akan menyebabkan pasar bergerak secara sehat. Jika dalam sebuah pasar terjadi mono interprestasi, maka pasar akan menjadi tidak sehat dan tidak dapat berlangsung.</p> <p style="text-align: justify;">Apakah yang harus dilakukan oleh investor ? Tetap berusaha berpikir secara rasional. Jangan pernah menempatkan harapan, emosi dan segala bentuk opini pada investasi anda. Menaruh harapan dengan cara yang tidak benar merupakan awal dari kehancuran investasi anda. Jadilah diri kita sendiri, tentukan dengan jelas tujuan berinvestasi. Akhiri kerugian segera namun biarkan keuntungan berkembang. Tanpa sebuah perencanaan investasi saham yang benar, kita hanya akan menjadi korban dalam roda perdagangan yang terus berputar tanpa peduli kondisi kehidupan kita. Jangan pernah <i><b>Malas</b></i> dalam berinvestasi. Sikap malas adalah rayap yang memakan kayu hari demi hari hingga kayu menjadi rapuh dan tidak berguna. Mari terus belajar, menganalisa, dan selalu rendah hati.</p> <p style="text-align: justify;"> </p> <p style="text-align: justify;">Written by Gema Merdeka Goeyardi @ stocksforliving.com<br /></p> <p style="text-align: center;"> </p>Rings & Diamondhttp://www.blogger.com/profile/17637257663232106358noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3613490867690611541.post-53155060040891561212008-10-19T05:44:00.000-07:002008-11-29T20:46:06.654-08:00Ilusi Finansial - Sebuah Analogi Unit Link<p><span id="more-879"></span></p><p>Alkisah pada suatu hari ada dua orang penerbit koran yang saling berkompetisi, sebutlah namanya A dan B. Kedua koran ini memiliki kualitas yang sama persis. Penerbit A menjual langganan korannya seharga Rp 50 ribu per bulan. Sedangkan penerbit B tidak puas dengan harga Rp 50 ribu per bulan karena merasa keuntungannya tidak cukup banyak, dia menjual korannya dengan biaya Rp 100 ribu/bulan.</p> <p>Walaupun demikian, jika B menjual korannya dengan harga tersebut, maka korannya tidak akan laku. Dengan kualitas yang sama, bisa dibilang hampir semua konsumen akan memilih koran A yang harganya cuma setengah koran B. Dalam pasar bebas, B dihadapkan pada dua pilihan: tetap menjual dengan harga mahal tetapi mendapatkan pangsa pasar yang sedikit; atau menjual dengan harga lebih murah dan mendapatkan pangsa pasar yang lebih besar. B tidak menginginkan kedua pilihan tersebut, yang diinginkan B adalah menjual dengan harga mahal dan mendapatkan pangsa pasar yang besar pula. Mungkinkah B melakukan hal tersebut tanpa misalnya meningkatkan kualitas korannya?</p><p>Selain pengusaha koran, B juga seorang ahli finansial yang licik sekaligus jeli dalam melihat kesempatan. Dia bukannya menjual korannya lebih murah untuk mendapatkan pangsa pasar yang lebih besar, dia justru meningkatkan harga berlangganan koran B dua kali lipat. Koran B yang tadinya dijual seharga Rp 100 ribu, kini dia jual seharga Rp 200 ribu.</p> <p>Logika mengatakan bahwa posisi B di pasar koran seharusnya akan semakin terjepit. Tapi tunggu dulu. B tidak begitu saja menaikkan harga korannya. Harga berlangganan koran B yang Rp 200 ribu/bulan ini dia bagi menjadi dua porsi: porsi pertama sebesar Rp 100 ribu dialokasikan untuk biaya berlangganan korannya itu sendiri, dan sisanya sebesar Rp 100 ribu adalah porsi<span style="font-weight: bold;"> investasi. </span>Dengan kata lain, B tetap menikmati harga berlangganan korannya seperti sebelumnya yaitu sebesar Rp 100 ribu/bulan. Sedangkan tambahan Rp 100 ribu yang dia pungut dari pelanggan akan disetorkannya ke sebuah instrumen<span style="font-weight: bold;"> investasi</span> yang hasilnya nanti akan dikembalikan kepada pelanggan.</p> <p>Jika seorang konsumen berlangganan koran B selama 10 tahun, dengan asumsi perkembangan <span style="font-weight: bold;">investasi </span>13%, maka nilai tunai hasil <span style="font-weight: bold;">investasi</span>nya akan berjumlah lebih dari Rp 24 juta. Atau dengan kata lain sudah ‘balik modal’. Selama 10 tahun, pelanggan B telah menyetorkan biaya berlangganan sebesar Rp 24 juta, dan pada akhir tahun ke-10, nilai tunai yang dia dapatkan sudah melebihi Rp 24 juta. Secara nominal, pelanggan mengeluarkan Rp 24 juta untuk berlangganan selama 10 tahun dan pada akhir tahun ke-10 uang tersebut akan dikembalikan seluruhnya. Sebagian pelanggan akan merasa telah menikmati koran B dengan gratis!</p> <p>Lebih daripada itu, pelanggan dapat pula meneruskan berlangganan setelah tahun ke-10 dengan sebuah catatan: konsumen dibebaskan atas biaya berlangganan sama sekali! Pelanggan bisa terus berlangganan koran B seumur hidupnya hanya dengan membayar biaya berlangganan selama 10 tahun! Bukan hanya itu, pada akhir tahun ke-20, selain bisa menikmati koran B dengan gratis, pelanggan juga dapat menikmati hasil <span style="font-weight: bold;">investasi</span> sebesar hampir Rp 60 juta.</p> <p>Jika ada yang menanyakan kepada seorang konsumen mana yang lebih dia sukai:</p> <ul><li>Membayar Rp 50 ribu seumur hidup untuk berlangganan koran A; atau</li><li>Membayar Rp 200 ribu selama 10 tahun untuk berlangganan koran B, lalu seluruh uang tersebut akan dikembalikan di akhir tahun ke-10, atau pelanggan bisa meneruskan untuk berlangganan seumur hidup dengan gratis ditambah dengan menikmati hasil <span style="font-weight: bold;">investasi</span> yang berlipat-lipat jumlah yang telah disetorkan sebelumnya.</li></ul> <p>Secara intuitif, konsumen yang awam urusan finansial akan memilih koran B. Konsumen akan merasa koran B lebih menguntungkan karena jumlah yang dia dapatkan secara nominal jauh lebih banyak daripada jumlah yang dia setorkan. Tetapi tentunya ini salah kaprah, di balik itu semua, biaya berlangganan koran B tetap saja dua kali lipat lebih mahal daripada koran A. Pelanggan tetap membayar biaya berlangganan dua kali lipat lebih mahal daripada koran A, tetapi mereka tidak menyadari telah melakukannya. Teknik berjualan seperti ini saya sebut sebagai <span style="font-weight: bold;">‘ilusi finansial’</span>. Hanya dengan <span style="font-weight: bold;">ilusi finansial</span>, seseorang bisa mengeluarkan uang dalam jumlah besar tetapi tidak merasa mengeluarkan uang sama sekali.</p> <p>Dengan memasarkan koran B dengan menggunakan <span style="font-weight: bold;">ilusi finansial</span>, B bisa menjual korannya dengan harga dua kali lipat koran A, sekaligus mendapatkan pangsa pasar yang lebih banyak dengan memanfaatkan ketidaktahuan masyarakat. Selain itu, B juga dalam posisi yang lebih bagus karena memiliki <em>margin</em> keuntungan yang jauh lebih besar. Posisi ini bisa dimanfaatkan misalnya dengan melakukan pemasaran yang jauh lebih agresif untuk meraup pangsa pasar lebih banyak lagi.</p> <p>***</p> <p>Orang yang mengerti urusan finansial dan jeli melihat situasi tersebut di atas akan berpikir lain lagi: “Bagaimana jika saya tetap berlangganan koran A, dan selisih harga berlangganan koran A dan B saya <span style="font-weight: bold;">investasi</span>kan sendiri secara terpisah?” Hasilnya sebagai berikut:</p> <ul><li>Pada akhir tahun ke-10, nilai tunai yang didapatkan adalah lebih dari Rp 37 juta, dan bukan hanya Rp 24 juta seperti di koran B.</li><li>Pada akhir tahun ke-20, nilai tunai yang didapatkan adalah lebih dari Rp 114 juta, dan bukan hanya Rp 60 juta seperti di koran B.</li></ul> <p>Kesimpulannya, dengan biaya yang dikeluarkan sama persis (Rp 200 ribu/bulan), berlangganan koran A tentunya jauh lebih menguntungkan daripada koran B. Sayangnya, tidak banyak konsumen yang mengerti masalah finansial sehingga bisa dipastikan mayoritas akan terjebak pada ilusi finansial dan berlangganan koran B.</p> <p>Tulisan saya di atas memang cuma wacana. Saat ini tidak ada koran yang dijual seperti koran B (dan mudah-mudahan tidak akan pernah ada). Tetapi apakah anda tahu produk lain yang saat ini kebanyakan dijual seperti B menjual korannya? Dan apakah anda cukup waspada dalam menyikapi produk-produk tersebut?</p><p>Written by Priyadi @ Priyadi.Net</p>Baca juga : http://web.bisnis.com/edisi-cetak/edisi-harian/keuangan/1id67773.html<br /><p><br /></p><p><br /></p>Rings & Diamondhttp://www.blogger.com/profile/17637257663232106358noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3613490867690611541.post-90964165677210225702008-10-19T04:51:00.000-07:002009-05-10T00:58:02.362-07:00Asuransi Unit Linked, Merupakan Solusi Terbaik?<p> <i>Tidak terasa tahun 2007 telah hampir berlalu, namun kita masih ingat beberapa kejadian yang telah terjadi di tanah air diantaranya berbagai musibah beruntun seperti semburan lumpur panas, flu burung, demam berdarah, banjir, gempa bumi dan tanah longsor hingga musibah pada transportasi darat, laut dan udara seperti terbakarnya pesawat Boeing 737-400 Garuda Indonesia sesaat sebelum mendarat di Jogjakarta.</i> </p> <p> <b>Manajemen Resiko</b> </p> <p> Dalam kehidupan manusia, faktor resiko adalah sesuatu yang pasti terjadi. Mulai dari resiko kehilangan aset atau harta, resiko sakit, cacat total hingga resiko kehilangan jiwa atau meninggal. Penyebabnya bisa secara alamiah (karena sakit) maupun karena kecelakaan dan ironisnya kita tidak pernah tahu kapan risiko itu akan terjadi. Namun, manusia masih dapat melakukan pengelolaan risiko yaitu dengan memindahkan risiko kepada pihak lain (dalam hal ini perusahaan asuransi) merupakan salah satu cara.</p> <p>Jika kita berbicara resiko akan kematian kita akan langsung terbayang asuransi jiwa. Ya setiap manusia pasti akan mengalaminya, bagi mereka yang memiliki keluarga tentu ingin memberi proteksi yakni suatu kepastian apabila yang bersangkutan dipanggil oleh Sang Khalik maka keluarga yang ditinggalkan tetap menjalankan kehidupan dengan layak antara lain sandang pangan terus dipenuhi, anak tetap sekolah hingga tingkat yang tertinggi dan sebagainya.</p> <p><b>Asuransi Jiwa</b> </p> <p> Asuransi Jiwa merupakan salah satu instrumen yang dapat digunakan untuk memindahkan risiko, di mana apabila terjadi risiko kematian pada seseorang maka ahli warisnya akan memperoleh sejumlah dana yang disebut <span style="font-weight: bold;">Uang Pertanggungan</span>. Dalam industri asuransi jiwa di Indonesia saat ini, dikenal jenis asuransi tradisional misalnya<span style="font-weight: bold;"> term life</span> (asuransi jiwa berjangka); <span style="font-weight: bold;">whole life</span> (asuransi jiwa seumur hidup), <span style="font-weight: bold;">endowment</span> (asuransi jiwa tradisional dengan kombinasi tabungan), serta polis asuransi jiwa unit linked atau investment linked. Asuransi jenis unit linked ini sangat populer dan hampir semua perusahaan asuransi besar memiliki produk ini bahkan beberapa perusahaan asuransi asing yang ada di Indonesia hanya menjual produk jenis unit linked tanpa menjual produk<span style="font-weight: bold;"> asuransi tradisional</span> lainnya. Asuransi jiwa unit linked selain memberikan manfaat proteksi asuransi jiwa, juga sekaligus memberikan kesempatan untuk berpartisipasi secara langsung dalam investasi khususnya dalam reksadana.</p> <p><b>Asuransi Jiwa Unit Linked</b> </p> <p> Jenis polis ini sangat digemari oleh perusahaan asuransi dan para pemegang polis (saat ini), terlihat dari pertumbuhan industri asuransi jiwa di tanah air jenis unit linked merupakan kontributor premi yang terbesar bagi banyak perusahaan asuransi jiwa. Ini adalah situasi yang kondusif bagi perusahaan asuransi karena dengan produk ini secara jangka panjang akan lebih mempercepat pertumbuhan rasio RBC (risk base capital) yang merupakan rasio resiko berbanding modal dengan minimum angka yang disyaratkan oleh pemerintah melalui Ditjen perasuransian adalah sebesar 125%. Perusahaan asuransi yang banyak menjual produk unit linked dapat dipastikan akan memiliki RBC yang tinggi karena perusahaan asuransi tidak menjaminan nilai tunai maupun nilai investasi yang diinvestasikan oleh nasabah, seluruh resiko kinerja dana investasi menjadi tanggungan nasabah itu sendiri.</p> <p>Produk ini memang sangat praktis karena memudahkan nasabah dan calon nasabah. Pada produk jenis ini nasabah tidak perlu repot untuk mengunjungi dua perusahaan yakni perusahaan asuransi dan perusahaan pengelola <span style="font-weight: bold;">investasi reksadana </span>yakni manajer investasi, karena dengan produk ini proteksi dan investasi sudah dikemas menjadi satu kesatuan. Nasabah yang relatif berkantong tipis pun dapat dengan mudah mendapatkan proteksi dan melakukan investasi karena dapat dilakukan dengan jumlah nilai investasi yang relatif sedikit. Banyak unit linked yang menerima nilai investasi hanya Rp.100 ribu perbulan bahkan kurang dari nilai itu!. Produk ini pun memiliki likuiditas karena nilai investasi sejauh mencukupi dapat diambil oleh nasabah setiap saat bahkan setelah periode tertentu nilai investasi ini dapat dipergunakan untuk membayar premi dasar sehingga nasabah dapat melakukan cuti premi.</p> <p>Dengan adanya aneka kemudahan tersebut di atas, seorang pembaca yang bijak perlu mengetahui lebih dalam apakah hal tersebut sudah merupakan pilihan terbaik? Jika dibandingkan dengan membeli produk yang terpisah (antara asuransi pada satu sisi dengan investasi reksadana di sisi yang lain), manakah yang dapat memberikan manfaat maksimal bagi kita? Mari kita sama-sama telaah lebih lanjut. </p> <p>Pertama-tama, perlu disadari bahwa sejalan dengan kemudahan yang ditawarkan oleh produk unit linked, terdapat biaya-biaya yang dibebankan kepada nasabahnya seperti <span style="font-weight: bold;">Biaya Asuransi </span>(sesuai dengan usia dan jenis kelamin nasabah), <span style="font-weight: bold;">Biaya Administrasi</span> dan <span style="font-weight: bold;">Biaya Pengelolaan Investasi</span>. Berikut ini adalah penjelasan biaya pada unit linked: </p> <ol><li><span style="font-weight: bold;">Biaya Pengelolaan Investasi</span> <p> Umumnya perusahaan asuransi ada yang membebankan biaya ini di muka sebelum dana masuk ke dalam porsi investasi. Biaya ini dapat berupa Biaya Awal (biasanya sebesar 5% dari dana yang diinvestasikan) dan ada juga yang menggunakan metode bid-offer price<br />yaitu dana yang masuk akan dibagi dengan harga jual (offer price) serta dana yang keluar atau ditarik oleh nasabah akan dikali dengan harga beli (bid price). Selisih dari bid-offer price biasanya sebesar 5% (umumnya dihitung dari offer price). Bagi nasabah yang ingin menarik investasinya dari unit linked yang menggunakan metode bid-offer price mutlak harus menghitung tingkat pertumbuhan yang sedang terjadi sejak dana tersebut masuk, dikurangi selisih bid-offer price.</p> <p> Perusahaan asuransi juga membebankan Biaya Pengelolaan Dana oleh Manajer Investasi yang besarnya bervariasi antara 0.5% - 2% pertahun dan sudah diperhitungkan dalam harga unit. Tingkat biaya ini tergantung dari jenis investasi yang dipilih oleh nasabah (reksa dana pendapatan tetap, saham atau campuran), besarnya dana yang dikelola, serta<br />keuntungan yang diinginkan oleh perusahaan asuransi jiwa. </p></li><li><span style="font-weight: bold;">Biaya Unit Linked Premi Tunggal</span> <p> Pada pembayaran premi tunggal atau single premium (yaitu pembayaran premi hanya satu kali dan tidak ada kewajiban pembayaran di tahun berikut namun jika ingin menambah diperbolehkan), biasanya polis jenis ini juga membebankan biaya seperti Biaya Polis yang besarnya tetap (tidak dipengaruhi oleh besar atau kecilnya <span style="font-weight: bold;">Uang Pertanggungan), Biaya Administrasi</span> untuk menutup biaya awal polis dan <span style="font-weight: bold;">Biaya Mortalita</span> yang besarnya tergantung jenis kelamin, usia masuk serta besarnya Uang Pertanggungan. Kondisi kesehatan pemegang polis juga turut mempengaruhi besarnya biaya ini.</p> <p><span style="font-weight: bold;"> Uang Pertanggungan</span> yang dijamin adalah sebesar 150% dari investasi awal, jika tidak ada penarikan dana di kemudian hari oleh nasabah. Namun apabila terjadi penarikan dana di kemudian hari, <span style="font-weight: bold;">Uang Pertanggungan</span> akan berkurang. Sejalan dengan lamanya waktu investasi, apabila pertumbuhan dana investasi telah melebihi <span style="font-weight: bold;">Uang Pertanggungan</span> maka jika terjadi risiko kematian, manfaat yang didapat oleh ahli waris sebesar nilai investasi. Sebaliknya, jika nilai investasi ternyata lebih kecil dari Uang Pertanggungan maka manfaat yang didapat ahli waris adalah sebesar <span style="font-weight: bold;">Uang Pertanggungan</span>, dengan catatan jika perkembangan nilai investasi tidak lebih kecil dari biaya-biaya yang telah disebutkan diatas. </p></li><li><span style="font-weight: bold;">Biaya Unit Linked Premi Berkala</span> <p> Asuransi jenis ini pembayaran premi dilakukan berkala dan memiliki jangka waktu tertentu. Seperti asuransi polis premi tunggal, polis jenis ini juga membebankan Biaya Pengelolaan Investasi, Biaya Awal dan/atau Biaya Penebusan bagi unit linked yang menggunakan bid-offer price. Besarnya masing-masing biaya seperti yang sudah disebutkan diatas. Biaya Polis juga dikenakan, besarnya tetap (tidak dipengaruhi oleh besar atau kecilnya <span style="font-weight: bold;">Uang Pertanggungan</span>) dan ada Biaya Asuransi yang dikenakan untuk menutupi biaya mortalita yang besarnya variatif (tergantung usia masuk, jenis kelamin, besarnya <span style="font-weight: bold;">Uang Pertanggungan</span> serta faktor kesehatan).</p> <p> Patut dicermati bahwa umumnya dana yang berasal dari premi dasar tidak diinvestasikan pada tahun pertama, dengan demikian seluruh dana nasabah pada tahun pertama dipergunakan untuk menutupi biaya penjualan, administrasi, asuransi dan keuntungan yang diinginkan oleh perusahaan asuransi jiwa.</p> <p> Namun demikian ada sebagian kecil dari produk unit linked di Indonesia yang mengalokasikan investasi pada tahun pertama sebesar 20%-100% dari premi dasar di tahun pertama. Sekilas terlihat menarik, namun setelah dilakukan penelitian ternyata biaya-biaya yang dibebankan kepada nasabah tidak sedikit, sebagai ilustrasi seorang calon nasabah akan membayar premi dasar yang lebih besar jika calon nasabah tersebut membeli produk unit linked yang mulai mengalokasikan investasi sejak tahun pertama dibandingkan dengan unit linked yang tidak mengalokasikan investasinya pada tahun pertama (lihat tabel 1).</p> <div style="text-align: center;"> <a href="http://www.portalreksadana.com/files/u1/tgrm1_tabel1.gif"><img style="width: 369px; height: 199px;" src="http://www.portalreksadana.com/files/u1/tgrm1_tabel1_0.gif" /></a></div><p> </p></li></ol> <p><b>Asuransi Tradisional dan Reksadana</b></p> <p>Marilah kita cermati lebih dalam mengenai produk asuransi tradisional term life dengan jenis YRT (Yearly Renewable Term) yang memiliki <span style="font-weight: bold;">Uang Pertanggungan </span>yang tinggi namun dengan premi yang relatif sangat rendah. Biaya yang terdapat pada asuransi ini adalah Biaya Asuransi yang dikenakan untuk menutupi biaya mortalita, besarnya variatif (tergantung usia masuk, jenis kelamin, <span style="font-weight: bold;">Uang Pertanggungan</span> serta faktor kesehatan) dibayarkan secara berkala dalam bentuk premi serta dipastikan meningkat setiap tahun, sejalan dengan pertambahan usia nasabah. Walaupun demikian, peningkatannya relatif kecil dan apabila dikombinasikan dengan investasi melalui reksadana maka hal ini sangat berpotensi untuk mempercepat nilai akumulasi investasi reksadana tersebut. Sebagai contoh seorang pria tidak merokok usia 39 tahun, uang pertanggungan Rp 1 Milyar, kisaran premi yang dibayar per tahun adalah Rp 3.5 juta hingga Rp 4 juta (hanya menabung sebesar Rp 292 ribu – Rp 334 ribu perbulan). Pada periode yang sama juga dilakukan investasi pada reksadana. Investasi dilakukan secara berkala (setiap bulan atau setiap tiga bulan) hingga target nilai uang di masa mendatang tercapai (lihat tabel 2).</p> <div align="center"> <a href="http://www.portalreksadana.com/files/u1/tgrm1_tabel2.gif"><img style="width: 375px; height: 224px;" src="http://www.portalreksadana.com/files/u1/tgrm1_tabel2_0.gif" /></a> </div> <div align="center"> </div> <p> <b>Kebutuhan Keuangan (Financial Needs)</b> </p> <p> Dari contoh tabel diatas jelas terlihat asuransi unit Linked secara jangka panjang tidak menghasilkan pertumbuhan investasi yang optimal, proteksi atau uang pertanggungan juga tidak optimal, padahal kita harus sadari bahwa untuk menghitung besarnya uang pertanggungan, hendaknya kita mengerti akan nilai ekonomis pada diri kita dikombinasikan dengan tujuan keuangan dari diri kita misalnya kebutuhan proteksi dana pendidikan, proteksi atas penghasilan dll., lalu tentukan berapa besar nilai uang yang akan digantikan jika terjadi risiko kelak. Dalam menghitung jumlah investasi yang akan kita lakukan, hitunglah proyeksi target minimal nilai uang yang akan didapat sesuai kebutuhan keuangan kelak (future value) serta tentukan target return minimal yang akan didapat setiap tahunnya.</p> <p><b>Membangun Bangsa</b> </p> <p> Mereka yang memiliki income dan masih diberikan anugerah kesehatan oleh Yang Maha Kuasa, asuransi dan investasi adalah suatu keharusan, apakah dengan unit linked ataupun dengan cara membeli asuransi dan reksadana secara terpisah. Masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Dengan demikian kita memberikan kontribusi dalam mempercepat proses pertumbuhan dan ketahanan ekonomi negara yang kita cintai bersama yaitu Indonesia Raya. </p> <i><b>Written by Ir. Taufik Gumulya, AFP. (</b>Financial Planner pada TGRM Financial Planning Services) @ portalreksadana.com<br /></i>Rings & Diamondhttp://www.blogger.com/profile/17637257663232106358noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3613490867690611541.post-65315651104870888952008-10-18T20:02:00.000-07:002008-10-19T06:32:35.869-07:00Goodbye My Unit Link, Welcome YRT Life InsuranceSeperti kebanyakan orang, saya juga dulu sempat tergiur dengan unit link. So ane juga membuka 1 asuransi untuk pendidikan anak ane ... bodohnya ane waktu itu ... Dengan bujuk rayu dari agen asuransi yang sangat yahud, ane terbujuk juga (padahal waktu itu nggak konsen sama penjelasan dia, cuma melongo ngelihat wajah agen asuransi yang ccaaaaeeeeemmmm abis). So alhasil ane jadi punya 1 unit link.<div class="content"> <p>Today, setelah berkonsultasi dengan bro Taufik Gumulya, dan menimbang-nimbang seluruh untung dan ruginya unit link, ane memutuskan untuk mengclose unit link ane. Sebenarnya sayang banget, karena iuran untuk insurancenya sudah selesai ane bayar (damn what i was thinking when i decide to open that unit link). Tapi mengingat :</p> <ul><li>Growth unit link yang payah abis ...</li><li>Biaya bulanan yang ternyata naujubileh gedenya (ada yang pernah ngecheck belon hehehe) bisa mengurangi value 5-10% dari premi per bulan ane ... Gile di reksadana ane hitungan banget tapi biaya bulanan segede gitu di unit link ane baru ngeh sekarang</li><li>Dana tidak boleh ditarik seluruhnya (harus dimaintain saldo minimum) untuk menjaga agar insurance tetap bekerja, namun di sisi lain saldo minimum ini kalo nggak ditambah premi setiap bulannya setelah beberapa tahun akan menjadi nol tergerus biaya bulanan yang gila itu, dan saat saldonya nol insurancenya otomatis terminate juga (damn what i was thinking when i decide to open that unit link ... masih nyesel nich)</li><li>Uang Pertanggungan yang sangat kecil (damn, kenapa ane tertarik masuk unit link kalo proteksinya cuma segitu nggak cukup untuk menyekolahkan anak ane kalo ane nggak ada) </li></ul> <p>ane dengan berat hati memutuskan menterminate satu-satunya unit link yang ane miliki, premi bulanannya sekarang ane alokasikan sebagai penambah monthly addtion to my reksadana saham (sebelumnya ane memang udah tertib nabung tiap bulan di reksadana saham).</p> <p>Sebagai gantinya ane sudah mengcompare beberapa Yearly Renewable Term Life Insurance, dengan uang pertanggungan sebesar 1 M (nach ini baru berasa proteksinya). Kandidatnya ada 3 yang ane review : Manulife, Commonwealth life, AXA. Dengan kondisi yang ane kasi perbandingan untuk premi per tahunnya adalah sbb :</p> <p>AXA : 2.880.000</p> <p>Commonwealth Life : 2.750.000</p> <p>Manulife : 2.000.000</p> <p>ane juga nggak ngerti kenapa dengan input yang sama kok hasil preminya beda-beda (kok bedanya hampir 50% gitu ya). So dari ilustrasi di atas sudah jelas pemenangnya adalah Manulife (di sisi bonafid ok, premi ringan ok). So ane sudah mengundang salesnya (kali ini cowok, dan kita cuma komunikasi lewat telpon dan email) untuk membuka polis asuransi untuk ane.</p> <p>PELAJARAN YANG ANE PETIK :</p> <ul><li>Pelajari betul struktur dari hidden cost sebuah produk keuangan, pastikan kita tahu betul hidden cost yang terkandung di dalamnya</li><li>Jangan nyari agen asuransi yang beda jenis kelaminnya dengan kita, apalagi kalo cakep ... usir aja ... karena dia bisa membutakan mata hati finansial kita</li><li>Jangan takut untuk bertindak ekstrim, lebih baik terlambat daripada dibiarin tapi nantinya kelelep.</li><li>Pelototi terus portal reksadana, karena situs ini penuh orang yang baik hati yang mau berbagi tentang pengalamannya baik manis maupun pahit. Tidak ada satu orang pun yang expert di segala hal, so gunakan kekuatan community kita untuk mencari yang terbaik bagi kita.</li></ul> <p>semoga pengalaman pahit ane ini berguna bagi yang lain.</p> <p>Written by Passion4U @ portalreksadana.com</p> </div>Rings & Diamondhttp://www.blogger.com/profile/17637257663232106358noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3613490867690611541.post-22264200389139595352008-10-18T19:53:00.000-07:002008-10-19T04:49:19.854-07:00Perbandingan Reksadana dan Unit Link<p>Dari beberapa saran yang saya baca, untuk lebih mengoptimalkan investasi, lebih baik kita memisahkan antara produk asuransi dan produk investasi (dalam hal ini reksadana), karena dengan demikian kita bisa lebih memantau investasi kita. Gabungan produk investasi dan asuransi biasa disebut <span style="font-weight: bold;">unit link</span>, inipun juga tidak salah, khususnya buat yang malas memantau dan mondar mandir ke bank. Kurang lebih begini perbedaan keuntungan dan kerugian <span style="font-weight: bold;">unitlink</span> & reksadana :</p> <p>Keuntungan <span style="font-weight: bold;">Unit Link </span>:</p> <ol><li>Praktis, tinggal pencet no telp bank/agen penjual, staf marketing dengan rayuan mautnya akan segera meluncur ke tempat anda.</li><li>Termasuk apply di rumah anda !</li><li>Satu paket, jadi gak usah ribet beli asuransi dan investasi.</li></ol> <p>Kerugian <span style="font-weight: bold;">Unit Link </span>:</p> <ol><li> Biasanya dua tahun pertama, iuran digunakan untuk premi asuransi (otomatis uang anda hilang !), baru tahun berikutnya bisa cuti premi dan dihitung sebagai investasi (tapi ada beberapa unitlink yang langsung memperhitungkan sebagai investasi dari tahun pertama,<br />tetapi....setelah 2 tahun baru bisa kita tarik dananya)</li><li>Hasil pengembangan investasi terbatas, kita tidak bisa memantau kinerja manajer investasi (MI) setiap saat kita ingin. Dan bila kinerja MI tidak bagus, kita gak boleh protes !</li><li>Resiko investasi sama besar dengan reksadana.</li></ol> <p>Kerugian <span style="font-weight: bold;">Reksadana</span> :</p> <ol><li> Kalau anda ingin mengetahui reksadana anda harus cari informasi sendiri sebanyak mungkin, minimal harus dateng ke Bank dan ketemu marketing reksadana di bank. Tapi kalau anda mengharapkan marketingnya bisa tinggal telpon dan dia meluncur langsung ke tempat anda (seperti halnya unitlink)...sepertinya saya belum pernah denger.</li><li>Tidak ada tanggungan asuransi.</li></ol> <p>Keuntungan <span style="font-weight: bold;">Reksadana</span> :</p> <ol><li>Minimal dengan belajar di awal sebelum berinvestasi, kita bisa lebih mengetahui resiko dari berinvestasi itu sendiri. Istilahnya, ibarat kita berlari, memang kita akan lebih cepat sampai tujuan, tapi dengan mengetahui bahwa ternyata resiko lari itu jatuh, dengan demikian kita jadi lebih waspada, berlari dengan pasang mata dan hati2.</li><li>Kita bisa ikut aktif memantau perkembangan investasi kita. Kalau seumpama kinerja manager investasi kurang baik, kita tinggal pindah kelain hati.</li><li>Untuk kondisi emergency, kita bisa mencairkan dana setiap saat (kurang lebih dana diterima 1 minggu dari waktu pencairan/redeem)</li><li>Sekarang reksadana bisa dimulai dari RP. 100 ribu, jadi terjangkau oleh semua kalangan (termasuk saya yang cuma ibu erte, hehehe...)</li><li>Beberapa bank sudah seperti supermarket reksadana (kita tinggal duduk manis di depan komputer, dan beli secara online, contohnya, commbank, sorryyy...nyebut merk, sayangnya redeem/pencairannya belum bisa online). Jadi resiko malu bawa duit 100 ribu ke bank untuk beli reksadana bisa diminimalisasi, hehehe...(salah satu keuntungan juga !)</li><li>Keuntungan terakhir (sementara ini), dengan mencari informasi sebanyak mungkin tentang reksadana dengan gratis, otomatis anda browsing kan di web, dan ketemulah web portal reksadana ini, disini selain ilmu kita juga bisa cari temen, sodara, or ilmu-ilmu yang lain diluar reksadana (keuntungan non material lah), hehehe..sorry ngelantur lagi.</li></ol>Written by Larasila @ portalreksadana.comRings & Diamondhttp://www.blogger.com/profile/17637257663232106358noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3613490867690611541.post-40886867344930861682008-09-28T05:37:00.000-07:002008-10-19T05:43:53.253-07:00Latar Belakang Krisis Subprime Mortgage<p>Kalau Langit Masih Kurang Tinggi<br />Oleh: Dahlan Iskan (CEO Jawa Pos)<br /></p> <p>Meski saya bukan ekonom, banyak pembaca tetap minta saya "menceritakan" secara awam mengenai hebatnya krisis keuangan di AS saat ini. Seperti juga, banyak pembaca tetap bertanya tentang sakit liver, meski mereka tahu saya bukan dokter. Saya coba: </p> <p>Semua perusahaan yang sudah go public lebih dituntut untuk terus berkembang di semua sektor. Terutama labanya. Kalau bisa, laba sebuah perusahaan publik terus meningkat sampai 20 persen setiap tahun. Soal caranya bagaimana, itu urusan kiat para CEO dan direkturnya. </p> <p>Pemilik perusahaan itu (para pemilik saham) biasanya sudah tidak mau tahu lagi apa dan bagaimana perusahaan tersebut dijalankan. Yang mereka mau tahu adalah dua hal yang terpenting saja: harga sahamnya harus terus naik dan labanya harus terus meningkat.</p> <p>Perusahaan publik di AS biasanya dimiliki ribuan atau ratusan ribu orang, sehingga mereka tidak peduli lagi dengan tetek-bengek perusahaan mereka.</p> <p>Mengapa mereka menginginkan harga saham harus terus naik? Agar kalau para pemilik saham itu ingin menjual saham, bisa dapat harga lebih tinggi dibanding waktu mereka beli dulu: untung.</p> <p>Mengapa laba juga harus terus naik? Agar, kalau mereka tidak ingin jual saham, setiap tahun mereka bisa dapat pembagian laba (dividen) yang kian banyak.</p> <p>Soal cara bagaimana agar keinginan dua hal itu bisa terlaksana dengan baik, terserah pada CEO-nya. Mau pakai cara kucing hitam atau cara kucing putih, terserah saja. Sudah ada hukum yang mengawasi cara kerja para CEO tersebut: hukum perusahaan, hukum pasar modal, hukum pajak, hukum perburuhan, dan seterusnya.</p> <p>Apakah para CEO yang harus selalu memikirkan dua hal itu merasa tertekan dan stres setiap hari? Bukankah sebuah perusahaan kadang bisa untung, tapi kadang bisa rugi? </p> <p>Anehnya, para CEO belum tentu merasa terus-menerus diuber target. Tanpa disuruh pun para CEO sendiri memang juga menginginkannya. Mengapa? Pertama, agar dia tidak terancam kehilangan jabatan CEO. Kedua, agar dia mendapat bonus superbesar yang biasanya dihitung sekian persen dari laba dan pertumbuhan yang dicapai. Gaji dan bonus yang diterima para CEO perusahaan besar di AS bisa 100 kali lebih besar dari gaji Presiden George Bush. Mana bisa dengan gaji sebesar itu masih stres?</p> <p>Keinginan pemegang saham dan keinginan para CEO dengan demikian seperti tumbu ketemu tutup: klop. Maka, semua perusahaan dipaksa untuk terus-menerus berkembang dan membesar. Kalau tidak ada jalan, harus dicarikan jalan lain. Kalau jalan lain tidak ditemukan, bikin jalan baru. Kalau bikin jalan baru ternyata sulit, ambil saja jalannya orang lain. Kalau tidak boleh diambil? Beli! Kalau tidak dijual? Beli dengan cara yang licik -dan kasar! Istilah populernya hostile take over. </p> <p>Kalau masih tidak bisa juga, masih ada jalan aneh: minta politisi untuk bikinkan berbagai peraturan yang memungkinkan perusahaan bisa mendapat jalan.</p> <p>Kalau perusahaan terus berkembang, semua orang happy. CEO dan para direkturnya happy karena dapat bonus yang mencapai Rp 500 miliar setahun. Para pemilik saham juga happy karena kekayaannya terus naik. Pemerintah happy karena penerimaan pajak yang terus membesar. Politisi happy karena dapat dukungan atau sumber dana.</p> <p>Dengan gambaran seperti itulah ekonomi AS berkembang pesat dan kesejahteraan rakyatnya meningkat. Semua orang lantas mampu membeli kebutuhan hidupnya. Kulkas, TV, mobil, dan rumah laku dengan kerasnya. Semakin banyak yang bisa membeli barang, ekonomi semakin maju lagi. </p> <p>Karena itu, AS perlu banyak sekali barang. Barang apa saja. Kalau tidak bisa bikin sendiri, datangkan saja dari Tiongkok atau Indonesia atau negara lainnya. Itulah yang membuat Tiongkok bisa menjual barang apa saja ke AS yang bisa membuat Tiongkok punya cadangan devisa terbesar di dunia: USD 2 triliun! </p> <p>Sudah lebih dari 60 tahun cara "membesarkan" perusahaan seperti itu dilakukan di AS dengan suksesnya. Itulah bagian dari ekonomi kapitalis. AS dengan kemakmuran dan kekuatan ekonominya lalu menjadi penguasa dunia.</p> <p>Tapi, itu belum cukup.<br />Yang makmur harus terus lebih makmur. Punya toilet otomatis dianggap tidak cukup lagi: harus computerized! </p> <p>Bonus yang sudah amat besar masih kurang besar. Laba yang terus meningkat harus terus mengejar langit. Ukuran perusahaan yang sudah sebesar gajah harus dibikin lebih jumbo. Langit, gajah, jumbo juga belum cukup.</p> <p>Ketika semua orang sudah mampu beli rumah, mestinya tidak ada lagi perusahaan yang jual rumah. Tapi, karena perusahaan harus terus meningkat, dicarilah jalan agar penjualan rumah tetap bisa dilakukan dalam jumlah yang kian banyak. Kalau orangnya sudah punya rumah, harus diciptakan agar kucing atau anjingnya juga punya rumah. Demikian juga mobilnya.</p> <p>Tapi, ketika anjingnya pun sudah punya rumah, siapa pula yang akan beli rumah?</p> <p>Kalau tidak ada lagi yang beli rumah, bagaimana perusahaan bisa lebih besar? Bagaimana perusahaan penjamin bisa lebih besar? Bagaimana perusahaan alat-alat bangunan bisa lebih besar? Bagaimana bank bisa lebih besar? Bagaimana notaris bisa lebih besar? Bagaimana perusahaan penjual kloset bisa lebih besar? Padahal, doktrinnya, semua perusahaan harus semakin besar?</p> <p>Ada jalan baru. Pemerintah AS-lah yang membuat jalan baru itu. Pada 1980, pemerintah bikin keputusan yang disebut "Deregulasi Kontrol Moneter". Intinya, dalam hal kredit rumah, perusahaan realestat diperbolehkan menggunakan variabel bunga. Maksudnya: boleh mengenakan bunga tambahan dari bunga yang sudah ditetapkan secara pasti. Peraturan baru itu berlaku dua tahun kemudian.</p> <p>Inilah peluang besar bagi banyak sektor usaha: realestat, perbankan, asuransi, broker, underwriter, dan seterusnya. Peluang itulah yang dimanfaatkan perbankan secara nyata. </p> <p>Begini ceritanya:<br />Sejak sebelum 1925, di AS sudah ada UU <span style="font-weight: bold;">Mortgage</span>. Yakni, semacam undang-undang kredit pemilikan rumah (KPR). Semua warga AS, asalkan memenuhi syarat tertentu, bisa mendapat <span style="font-weight: bold;">mortgage</span> (anggap saja seperti KPR, meski tidak sama). </p> <p>Misalnya, kalau gaji seseorang sudah Rp 100 juta setahun, boleh ambil mortgage untuk beli rumah seharga Rp 250 juta. Cicilan bulanannya ringan karena <span style="font-weight: bold;">mortgage</span> itu berjangka 30 tahun dengan bunga 6 persen setahun. </p> <p>Negara-negara maju, termasuk Singapura, umumnya punya UU <span style="font-weight: bold;">Mortgage</span>. Yang terbaru adalah UU <span style="font-weight: bold;">Mortgage </span>di Dubai. Sejak itu, penjualan properti di Dubai naik 55 persen. UU <span style="font-weight: bold;">Mortgage </span>tersebut sangat ketat dalam menetapkan syarat orang yang bisa mendapat mortgage.</p> <p>Dengan keluarnya "jalan baru" pada 1980 itu, terbuka peluang untuk menaikkan bunga. Bisnis yang terkait dengan perumahan kembali hidup. Bank bisa dapat peluang bunga tambahan. Bank menjadi lebih agresif. Juga para broker dan bisnis lain yang terkait. </p> <p>Tapi, karena semua orang sudah punya rumah, tetap saja ada hambatan. Maka, ada lagi "jalan baru" yang dibuat pemerintah enam tahun kemudian. Yakni, tahun 1986.</p> <p>Pada 1986 itu, pemerintah menetapkan reformasi pajak. Salah satu isinya: pembeli rumah diberi keringanan pajak. Keringanan itu juga berlaku bagi pembelian rumah satu lagi. Artinya, meski sudah punya rumah, kalau mau beli rumah satu lagi, masih bisa dimasukkan dalam fasilitas itu.</p> <p>Di negara-negara maju, sebuah keringanan pajak mendapat sambutan yang luar biasa. Di sana pajak memang sangat tinggi. Bahkan, seperti di Swedia atau Denmark, gaji seseorang dipajaki sampai 50 persen. Imbalannya, semua keperluan hidup seperti sekolah dan pengobatan gratis. Hari tua juga terjamin.</p> <p>Dengan adanya fasilitas pajak itu, gairah bisnis rumah meningkat drastis menjelang 1990. Dan terus melejit selama 12 tahun berikutnya. Kredit yang disebut mortgage yang biasanya hanya USD 150 miliar setahun langsung menjadi dua kali lipat pada tahun berikutnya. Tahun-tahun berikutnya terus meningkat lagi. Pada 2004 mencapai hampir USD 700 miliar setahun.</p> <p>Kata <span style="font-weight: bold;">"mortgage"</span> berasal dari istilah hukum dalam bahasa Prancis. Artinya: matinya sebuah ikrar. Itu agak berbeda dari kredit rumah. Dalam <span style="font-weight: bold;">mortgage</span>, Anda mendapat kredit. Lalu, Anda memiliki rumah. Rumah itu Anda serahkan kepada pihak yang memberi kredit. Anda boleh menempatinya selama cicilan Anda belum lunas. </p> <p>Karena rumah itu bukan milik Anda, begitu pembayaran <span style="font-weight: bold;">mortgage </span>macet, rumah itu otomatis tidak bisa Anda tempati. Sejak awal ada ikrar bahwa itu bukan rumah Anda. Atau belum. Maka, ketika Anda tidak membayar cicilan, ikrar itu dianggap mati. Dengan demikian, Anda harus langsung pergi dari rumah tersebut. </p> <p>Lalu, apa hubungannya dengan bangkrutnya investment banking seperti Lehman Brothers?</p> <p>Gairah bisnis rumah yang luar biasa pada 1990-2004 itu bukan hanya karena fasilitas pajak tersebut. Fasilitas itu telah dilihat oleh "para pelaku bisnis keuangan" sebagai peluang untuk membesarkan perusahaan dan meningkatkan laba. </p> <p>Warga terus dirangsang dengan berbagai iklan dan berbagai fasilitas mortgage. Jor-joran memberi kredit bertemu dengan jor-joran membeli rumah. Harga rumah dan tanah naik terus melebihi bunga bank.</p> <p>Akibatnya, yang pintar bukan hanya orang-orang bank, tapi juga para pemilik rumah. Yang rumahnya sudah lunas, di-mortgage-kan lagi untuk membeli rumah berikutnya. Yang belum memenuhi syarat beli rumah pun bisa mendapatkan kredit dengan harapan toh harga rumahnya terus naik. Kalau toh suatu saat ada yang tidak bisa bayar, bank masih untung. Jadi, tidak ada kata takut dalam memberi kredit rumah. </p> <p>Tapi, bank tentu punya batasan yang ketat sebagaimana diatur dalam undang-undang perbankan yang keras. </p> <p>Sekali lagi, bagi orang bisnis, selalu ada jalan.<br />Jalan baru itu adalah ini: bank bisa bekerja sama dengan "bank jenis lain" yang disebut investment banking. </p> <p><span style="font-weight: bold;">Apakah investment banking itu bank?</span></p><p><span style="font-weight: bold;"></span><br />Bukan. Ia perusahaan keuangan yang "hanya mirip" bank. Ia lebih bebas daripada bank. Ia tidak terikat peraturan bank. Bisa berbuat banyak hal: menerima macam-macam "deposito" dari para pemilik uang, meminjamkan uang, meminjam uang, membeli perusahaan, membeli saham, menjadi penjamin, membeli rumah, menjual rumah, private placeman, dan apa pun yang orang bisa lakukan. Bahkan, bisa melakukan apa yang orang tidak pernah memikirkan! Lehman Brothers, Bear Stern, dan banyak lagi adalah jenis investment banking itu.</p> <p>Dengan kebebasannya tersebut, ia bisa lebih agresif. Bisa memberi pinjaman tanpa ketentuan pembatasan apa pun. Bisa membeli perusahaan dan menjualnya kapan saja. Kalau uangnya tidak cukup, ia bisa pinjam kepada siapa saja: kepada bank lain atau kepada sesama investment banking. Atau, juga kepada orang-orang kaya yang punya banyak uang dengan istilah "personal banking". </p> <p>Saya sering kedatangan orang dari investment banking seperti itu yang menawarkan banyak fasilitas. Kalau saya mau menempatkan dana di sana, saya dapat bunga lebih baik dengan hitungan yang rumit. Biasanya saya tidak sanggup mengikuti hitung-hitungan yang canggih itu.</p> <p>Saya orang yang berpikiran sederhana. Biasanya tamu-tamu seperti itu saya serahkan ke Dirut Jawa Pos Wenny Ratna Dewi. Yang kalau menghitung angka lebih cepat dari kalkulator. Kini saya tahu, pada dasarnya dia tidak menawarkan fasilitas, tapi cari pinjaman untuk memutar cash-flow. </p> <p>Begitu agresifnya para investment banking itu, sehingga kalau dulu hanya orang yang memenuhi syarat (prime) yang bisa dapat mortgage, yang kurang memenuhi syarat pun (sub-prime) dirangsang untuk minta mortgage. </p> <p>Di AS, setiap orang punya rating. Tinggi rendahnya rating ditentukan oleh besar kecilnya penghasilan dan boros-tidaknya gaya hidup seseorang. Orang yang disebut prime adalah yang ratingnya 600 ke atas. Setiap tahun orang bisa memperkirakan sendiri, ratingnya naik atau turun. </p> <p>Kalau sudah mencapai 600, dia sudah boleh bercita-cita punya rumah lewat mortgage. Kalau belum 600, dia harus berusaha mencapai 600. Bisa dengan terus bekerja keras agar gajinya naik atau terus melakukan penghematan pengeluaran.</p> <p>Tapi, karena perusahaan harus semakin besar dan laba harus kian tinggi, pasar pun digelembungkan. Orang yang ratingnya baru 500 sudah ditawari mortgage. Toh kalau gagal bayar, rumah itu bisa disita. Setelah disita, bisa dijual dengan harga yang lebih tinggi dari nilai pinjaman. Tidak pernah dipikirkan jangka panjangnya.</p> <p>Jangka panjang itu ternyata tidak terlalu panjang. Dalam waktu kurang dari 10 tahun, kegagalan bayar mortgage langsung melejit. Rumah yang disita sangat banyak. Rumah yang dijual kian bertambah. Kian banyak orang yang jual rumah, kian turun harganya. Kian turun harga, berarti nilai jaminan rumah itu kian tidak cocok dengan nilai pinjaman. Itu berarti kian banyak yang gagal bayar. </p> <p>Bank atau investment banking yang memberi pinjaman telah pula menjaminkan rumah-rumah itu kepada bank atau investment banking yang lain. Yang lain itu menjaminkan ke yang lain lagi. Yang lain lagi itu menjaminkan ke yang beriktunya lagi. Satu ambruk, membuat yang lain ambruk. Seperti kartu domino yang didirikan berjajar. Satu roboh menimpa kartu lain. Roboh semua.</p> <p>Berapa ratus ribu atau juta rumah yang termasuk dalam mortgage itu? Belum ada data. Yang ada baru nilai uangnya. Kira-kira mencapai 5 triliun dolar. Jadi, kalau Presiden Bush merencanakan menyuntik dana APBN USD 700 miliar, memang perlu dipertanyakan: kalau ternyata dana itu tidak menyelesaikan masalah, apa harus menambah USD 700 miliar lagi? Lalu, USD 700 miliar lagi? </p> <p>Itulah yang ditanyakan anggota DPR AS sekarang, sehingga belum mau menyetujui rencana pemerintah tersebut. Padahal, jumlah suntikan sebanyak USD 700 miliar itu sudah sama dengan pendapatan seluruh bangsa dan negara Indonesia dijadikan satu. </p> <p>Jadi, kita masih harus menunggu apa yang akan dilakukan pemerintah dan rakyat AS. Kita juga masih menunggu data berapa banyak perusahaan dan orang Indonesia yang "menabung"-kan uangnya di lembaga-lembaga investment banking yang kini lagi pada kesulitan itu. </p> <p>Sebesar tabungan itulah Indonesia akan terseret ke dalamnya. Rasanya tidak banyak, sehingga pengaruhnya tidak akan sebesar pengaruhnya pada Singapura, Hongkong, atau Tiongkok. </p> <p>Singapura dan Hongkong terpengaruh besar karena dua negara itu menjadi salah satu pusat beroperasinya raksasa-raksasa keuangan dunia. Sedangkan Tiongkok akan terpengaruh karena daya beli rakyat AS akan sangat menurun, yang berarti banyak barang buatan Tiongkok yang tidak bisa dikirim secara besar-besaran ke sana. Kita, setidaknya, masih bisa menanam jagung.(*)</p>Rings & Diamondhttp://www.blogger.com/profile/17637257663232106358noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3613490867690611541.post-64812780452800418292008-09-10T06:05:00.000-07:002008-10-19T06:18:45.399-07:00Subprime, Subprim, Supri dan Supir (2)<div class="snap_preview"><p style="text-align: justify;">Dalam post ini, saya akan melanjutkan cerita saya di bagian 1 artikel ini tentang krisis Subprime di Amerika (bagi yang belum membaca bagian 1, bisa dibaca dulu di <a title="Bagian 1 artikel ini" href="http://investarticles.blogspot.com/2008/09/subprime-subprim-supri-dan-supir-1.html" target="_self">halaman ini</a>).</p> <p style="text-align: center;">—–oOo—–</p> <p style="text-align: justify;">Sebelum melanjutkan cerita subprime, saya ingin menulis sedikit dulu tentang inflasi. Inflasi, bagi yang kurang familiar dengan istilah ini, adalah tingkat kenaikan harga-harga secara umum dalam suatu perekonomian. Dalam setiap ekonomi, menjaga tingkat inflasi merupakan sesuatu yg amat penting. Mengapa? Kita lihat sebuah ilustrasi sederhana. Misalnya gaji kita tahun lalu naik 20%. Wah..lumayan kan? Berarti kita boleh senang dong? Tergantung. Kalau misalnya tahun lalu inflasi ternyata 25% (harga-harga barang dan jasa secara umum naik 25%), berarti sebenarnya tahun lalu kita secara REAL, kita “tambah miskin” sekitar 5%. Hal ini karena uang tambahan yg kita dapat tidak mampu “mengejar” kenaikan harga-harga.<span id="more-70"></span></p> <p style="text-align: justify;">Tingkat inflasi yang tinggi merupakan momok bagi setiap negara sehingga setiap negara pasti berusaha untuk mengendalikan inflasinya. Kita telah melihat dalam post sebelumnya bahwa pemerintah bisa mendorong pertumbuhan ekonomi dengan menurunkan suku bunga. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi secara umum akan menimbulkan inflasi yang tinggi pula. Oleh karena itu, untuk mengendalikan tingkat inflasi, tentunya suku bunga harus dinaikkan. Dalam kaitannya dengan mengontrol tingkat inflasi inilah, sekitar tahun 2004, pemerintah Amerika (dalam hal ini The Fed) pelan pelan mulai menaikkan tingkat suku bunga.</p> <p style="text-align: center;">—–oOo—–</p> <p style="text-align: justify;">Seiring dengan dinaikkannya tingkat suku bunga oleh The Fed, perlahan-lahan tingkat suku bunga Mortgage/<span style="font-weight: bold;">KPR</span> (yg kita bicarakan dalam bagian 1 artikel ini) mulai naik juga. Cicilan yang harus dibayar oleh para pengambil <span style="font-weight: bold;">KPR</span> pun mulai bergerak naik. Para pemilik rumah yang masih terikat <span style="font-weight: bold;">KPR</span>-nya mulai ‘kelimpungan’.</p> <p style="text-align: justify;">Di bagian 1 artikel ini, saya telah bercerita tentang bank-bank yang dalam mengejar customer mulai tidak selektif, dan memberikan <span style="font-weight: bold;">KPR</span> kepada orang-orang yg sebenarnya secara finansial tidak layak untuk mengambil <span style="font-weight: bold;">KPR</span>. <span style="font-weight: bold;">KPR</span> yang dikucurkan kepada customer semacam inilah yang dikenal sebagai <strong>Subprime Mortgage (KPR Subprime)</strong>. Kualitas dari kredit <span style="font-weight: bold;">KPR</span> yang diberikan kepada customer semacam ini sangat meragukan dan beresiko, karena kemampuan pengambil <span style="font-weight: bold;">KPR</span> itu untuk membayar cicilannya sangat lemah. Meskipun demikian, bank-bank mau mengambil resiko dan mengucurkan kredit kepada segmen market ini karena tingkat bunga yang bisa mereka kenakan lebih tinggi (untungnya lebih besar).</p> <p style="text-align: justify;">Dalam kondisi suku bunga <span style="font-weight: bold;">KPR</span> yang mulai naik seperti saya ceritakan di atas, maka yg pertama tama ‘tumbang’ tentu saja adalah golongan ini. Orang-orang yg secara finansial tidak mampu mengambil <span style="font-weight: bold;">KPR</span>, begitu timbul “guncangan” pastinya langsung sulit/mustahil untuk membayar cicilan <span style="font-weight: bold;">KPR</span>nya. Lalu berikutnya apa yg terjadi? Rumah mereka kena sita dan dilelang ke pasar properti.</p> <p style="text-align: justify;">Di lain sisi, para pengembang properti yang terbuai oleh pertumbuhan pasar properti sudah terlanjur membangun properti dalam jumlah yg besar. Tingkat suku bunga yang mulai naik membuat calon pembeli mulai berkurang (karena untuk mengajukan <span style="font-weight: bold;">KPR</span> baru mulai mahal). Kombinasi dari properti baru yang belum terjual dan properti lama yang disita bank dan dilempar ke pasar, membuat pasar properti mulai ‘kembung’ karena banyaknya properti yang tidak terjual. Akibatnya harga properti pun pelan-pelan mulai turun.</p> <p style="text-align: center;">—–oOo—–</p> <p style="text-align: justify;">Turunnya harga properti ini lalu membawa satu efek yang mengerikan. Orang-orang yang masih terikat <span style="font-weight: bold;">KPR</span> sekarang mengalami dilema. Di satu sisi, beban cicilan hutang mereka kepada bank semakin besar (karena bunga naik), di lain sisi rumah mereka nilainya makin turun. Akibatnya mulai banyak timbul kasus dimana hutang <span style="font-weight: bold;">KPR</span> seseorang kepada bank itu jumlahnya lebih besar daripada nilai rumahnya sekarang. Misalnya saja hutang <span style="font-weight: bold;">KPR</span>-nya masih senilai 600 juta, tetapi harga pasar rumahnya sekarang tinggal 400 juta akibat pasar properti yang hancur. Apa akibatnya? Mulai banyak orang-orang yang berpikir “<em>mendingan gak usah bayar sama sekali deh, daripada saya bayar 600 juta buat rumah seharga 400 juta..</em>.”. Orang-orang ini pun tidak mempunyai ada insentif/motivasi untuk membayar cicilan <span style="font-weight: bold;">KPR</span>-nya, karena memang “secara ekonomi” tidak masuk akal jika kita membayar 600 juta untuk suatu barang harga 400 juta.</p> <p style="text-align: justify;">Apa yang terjadi kemudian? Orang-orang di atas tidak membayar <span style="font-weight: bold;">KPR</span>-nya, rumah disita oleh bank, dan lalu kembali dilemparkan kembali ke pasar. Timbul gelombang kedua banjir properti. Jumlah properti yang belum terjual semakin banyak, dan harga semakin turun. Kini calon pembeli properti pun mulai memilih untuk “wait & see”. Mereka berpikir “<em>wah..harga properti turun terus, daripada saya beli nanti harganya turun, mendingan saya tunda dulu deh beli rumahnya. Apalagi sekarang <span style="font-weight: bold;">KPR</span> gak semurah dulu lagi, mending hati-hati</em>“.</p> <p style="text-align: justify;">Di satu sisi, supply rumah yang dijual semakin banyak, sedangkan di sisi lain demand/pembeli semakin berkurang. Pasar properti pun semakin ‘megap megap’, penurunan harga semakin cepat. Siklus yg menyakitkan di atas pun berulang, semakin lama semakin cepat, persis seperti bola salju menggelinding turun gunung seperti yang sering kita lihat di kartun (Snowball effect).</p> <p style="text-align: center;">—–oOo—–</p> <p style="text-align: justify;">Dalam keadaan pasar properti yang sudah sempoyongan seperti ini, muncul lagi sebuah BOGEM yg memukul dengan keras. Apa itu? Ingatkah bahwa di part 1, saya ada bercerita tentang <strong>ARM (Adjustable Rate Mortgage)</strong> yang suku bunganya untuk 2-3 thn pertama amat sangat rendah, tetapi setelah masa itu bunganya “rasanya nendang”? (seperti satu iklan di TV).</p> <p style="text-align: justify;">Pada akhir tahun 2005/awal tahun 2006, <span style="font-weight: bold;">KPR</span> <strong>ARM</strong> yg sudah diambil masyarakat USA pun mulailah “nendang”. (Perkiraannya, jumlah ARM yg akan “reset” suku bunganya dari bunga rendah ke bunga tinggi akan mencapai puncaknya pada tahun 2008-2009). Semakin berat lagi beban cicilan bunga, semakin banyak yg gak kuat bayar dan rumahnya kena sita, semakin parah lagi siklus di atas.</p> <p style="text-align: justify;"><img class="size-medium wp-image-71 alignright" style="margin: 10px;" src="http://janganserakah.files.wordpress.com/2008/07/interest-only-loan-1.jpg?w=300&h=207" alt="Bubble sektor Properti" height="207" width="300" />Begitu parahnya kondisi di atas dan begitu banyaknya rumah yg disita (foreclosed), sampai sampai di USA, pemandangan berupa rentetan rumah-rumah yang belum terjual seperti di samping ini bisa ditemukan di berbagai tempat.</p> <p style="text-align: justify;">Meletusnya bubble di sektor properti ini sendiri tidak berakhir di sini, melainkan lalu menyebabkan pecahnya bubble lainnya, yaitu bubble derivatif yang kemudian menimbulkan Credit Crisis (Krisis Kredit). Untuk cerita mengenai Krisis Kredit ini, akan saya ceritakan di lain kesempatan.</p><p style="text-align: justify;">Written by Edison Ong @ JanganSerakah.Com<br /></p> </div>Rings & Diamondhttp://www.blogger.com/profile/17637257663232106358noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3613490867690611541.post-18851272888839322252008-09-02T05:57:00.000-07:002008-10-19T06:11:16.345-07:00Subprime, Subprim, Supri dan Supir (1)<p style="text-align: justify;">Di dekat toko istri saya ada sebuah warung soto betawi. Karena sedikitnya alternatif makanan lain di daerah itu, saya lumayan sering makan di sana jika kebetulan sedang iseng “nengokin” toko istri saya. Minggu lalu, ketika saya sedang makan di sana, kuping saya menangkap pembicaraan si penjaga warung (namanya Supri) dengan seseorang pengunjung warung lainnya. Jika saya lihat, sepertinya orang itu adalah supir mobil delivery Aqua. Begini kira-kira sepenggal percakapan mereka yang tertangkap oleh saya :</p> <blockquote> <p style="text-align: justify;"><strong>Supir:</strong> <em>Pri, gak salah nih soto lu naik harga? </em></p> <p style="text-align: justify;"><strong>Supri:</strong> <em>Yah, gimana dong? Harga belanjaan naik terus, mas. Daging naik, santan naik, semua naik.<br /></em></p> <p style="text-align: justify;"><strong>Supir:</strong> <em>Ah, tambah susah aja hidup. Heran, orang amerika yang <span style="text-decoration: underline;"><strong>subprim</strong></span>, kita yang ketiban sialnya ya.</em></p> </blockquote> <p style="text-align: justify;">Butuh beberapa detik sebelum saya sadar bahwa subprim yang diomongin mas supir itu adalah Subprime Mortgage di Amerika. Ketika itu saya lalu berpikir “<em>Hebat ya subprime mortgage Amerika, bisa sampai menjadi topik pembicaraan berbagai lapisan masyarakat di Indonesia</em>“.<span id="more-69"></span></p> <p style="text-align: center;">—–oOo—–</p> <p style="text-align: justify;">Meskipun boleh dikatakan semua orang sudah pernah mendengar tentang krisis Subprime Mortgage, kebanyakan orang hanya tahu bahwa “Amerika sedang krisis properti subprime” tanpa tahu apa yang sebenarnya terjadi. Jika ditanyakan apakah mereka tahu “jalan cerita” sebenarnya dari krisis Subprime ini, kemungkinan banyak yang hanya bisa menggelengkan kepala.</p> <p style="text-align: justify;">Kalau saya ditanya apa penyebab krisis subprime, mungkin salah satu yang akan saya salahkan adalah pola pikir yang seperti saya quote dari Mark Twain di atas. Mirip dengan Mark Twain, banyak orang yang memegang mantra “beli properti tidak mungkin rugi”. Tentunya ini tidak benar karena salah satu hukum dasar investasi adalah bahwa setiap investasi pasti mengandung resiko, dan investasi properti pun tidak bisa lepas dari hukum ini.</p> <p style="text-align: center;">—–oOo—–</p> <p style="text-align: justify;">Untuk memahami apa yang sebenarnya terjadi di Amerika, kita harus kembali ke tahun 2001. Pada saat itu, the Fed (Bank Sentral USA) menurunkan suku bunga secara drastis, hingga ke 1%. Alasan utama dari the Fed untuk menurunkan suku bunga ini adalah untuk menggenjot kondisi perekonomian Amerika yg waktu itu dalam keadaaan resesi (pertumbuhan ekonominya minus).</p> <p style="text-align: justify;">Dalam ekonomi, penurunan suku bunga, pada umumnya akan membantu pertumbuhan ekonomi. Mengapa begitu? Ini karena:</p> <ul><li><strong><span style="text-decoration: underline;">Minat menabung turun</span></strong></li></ul> <p style="text-align: justify; padding-left: 30px;">Karena bunga tabungan turun, akibatnya minat orang untuk menabung menjadi rendah. Mereka akan berpikir “<em>ah, menabung juga bunganya kecil, lebih baik uangnya saya pakai untuk yg lain (investasi atau juga konsumsi)</em>“. Mengalirnya uang dari tabungan masyarakat ke investasi dan juga konsumsi akan mendorong belanja masyarakat yang pada akhirnya akan mendorong pertumbuhan ekonomi.</p> <ul><li><span style="text-decoration: underline;"><strong>Minat untuk mengambil pinjaman/kredit bertambah</strong></span></li></ul> <p style="text-align: justify; padding-left: 30px;">Turunnya suku bunga kredit/pinjaman membuat perusahaan maupun individu lebih banyak mengambil pinjaman/kredit dari bank. Perusahaan perusahaan akan bisa mengambil pinjaman dari bank untuk ekspansi usaha mereka, karena bunga pinjaman rendah sehingga tidak membebani operasi perusahaan. Orang-orang juga akan lebih berani mengambil dan memakai kredit konsumsi, spt misalnya kredit kendaraan bermotor dan bunga kartu kredit. Belanja masyarakat (dengan kredit konsumsi ini) ditambah dengan ekspansi oleh perusahaan akan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi.</p> <p style="text-align: center;">—–oOo—–</p> <p style="text-align: justify;">Kedua dampak yang saya sebutkan di atas terjadi juga dalam ekonomi Amerika. Tingkat suku bunga yg amat rendah saat itu (1% dan merupakan tingkat terendah sepanjang sejarah Amerika), menyebabkan tingkat bunga utk Mortgage (kalau kita di Indonesia menyebutnya KPR), menjadi sangat rendah juga. Orang-orang menjadi tertarik untuk membeli rumah dengan KPR, baik untuk dipakai sendiri ataupun untuk investasi.</p> <p style="text-align: justify;">Perusahaan pengembang properti pun bisa mendapatkan akses pinjaman murah dari bank untuk mengembangkan usahanya. Hal ini mempermudah mereka untuk berekspansi. Perlu kita ingat, dalam sektor properti, pembuatan produknya memerlukan waktu yang cukup lama, karena konstruksi memerlukan waktu yg relatif panjang (<a title="Legenda Bandung Bondowoso dan Roro Jonggrang" href="http://www.st.rim.or.jp/%7Ecycle/MYloroE.HTML" target="_blank">cuma orang Indonesia yg bisa bikin 999 candi dalam 1 malam</a>). Akibatnya, minat masyarakat amerika untuk membeli rumah yg begitu tinggi (krn bunga KPR yg rendah), tidak bisa diserap sepenuhnya oleh perusahaan pengembang properti, sehingga harga properti naik. Kenaikan harga properti semakin meningkatkan minat masyarakat amerika untuk membeli properti, yg kemudian semakin meningkatkan harganya. Siklus ini pun berulang-ulang sehingga mendongkrak harga properti secara drastis.</p> <p style="text-align: justify;">Perlu kita ketahui bahwa masyarakat Amerika adalah salah satu yang paling konsumtif di dunia ini. Sbg contoh, tingkat tabungan mereka pd thn 2005 adalah MINUS 0,5% dari pendapatan mereka. Artinya, konsumsi mereka malahan lebih besar daripada pendapatan mereka. Kenaikan harga properti yang terjadi pada masa ini lalu dimanfaatkan oleh masyarakat Amerika sebagai tambahan “income”. Bagaimana caranya?</p> <p style="text-align: justify;">Mereka melakukan sesuatu yg disebut “re-financing”. Dengan re-financing, meskipun sebenarnya rumah itu belum mereka jual (krn mereka berharap harganya masih akan terus naik), tetapi kenaikan harga ini sudah mereka “nikmati”, dengan cara mengambil pinjaman tambahan dengan jaminan rumah yg sama. Uang ini mereka pakai, baik untuk konsumsi maupun untuk investasi kembali di properti yang lain karena tergiur kenaikan harga properti yg drastis. Ujung-ujungnya ini membuat harga properti semakin ‘menggila’</p> <p style="text-align: center;">—–oOo—–</p> <p style="text-align: justify;">Pada masa itu juga, di dunia finansial terjadi beberapa perkembangan yang akan ikut memberikan “sumbangan” terhadap krisis Subprime Mortgage.</p> <p style="text-align: justify;">Perkembangan yang pertama adalah berlomba-lombanya institusi keuangan dalam menawarkan kredit KPR demi mengejar keuntungan. Bagi institusi keuangan, mengucurkan KPR memang sangat menarik, karena jangka waktu pinjaman yg relatif panjang (bisa mendapat bunga utk periode yg lebih lama), serta adanya jaminan berupa rumah. Tetapi seiring waktu, dalam prakteknya mulai timbul beberapa ekses buruk.</p> <p style="text-align: justify;">Dalam rangka menjaring customer yg lebih banyak dan keuntungan yg lebih tinggi, mereka mulai menerima prospek yg sebenarnya secara finansial kurang mampu, dan tidak layak untuk mengambil KPR (misalnya penghasilan kecil dan tidak tetap). Tetapi institusi keuangan pada saat itu tidak berkeberatan, karena mereka tetap mempunyai jaminan rumah, dan berasumsi pasar properti akan naik terus.</p> <p style="text-align: justify;">Perkembangan kedua yang terjadi adalah semakin populernya sejenis KPR yg disebut <strong>ARM (Adjustable Rate Mortgage)</strong>. Dalam rangka menarik customer agar mengambil KPR, institusi keuangan mengembangkan ARM, yg pada intinya adalah KPR dimana tingkat suku bunganya dalam 2-3 tahun pertama sangat murah, tetapi pada tahun selanjutnya akan naik lebih tinggi daripada KPR biasa.</p> <p style="text-align: justify;">Banyak konsumen sektor properti yang lalu tertarik untuk mengambil KPR jenis ARM ini karena tergiur bunga awal yg sangat rendah. Pertimbangan tambahan mereka adalah, sebelum masa 2-3 tahun itu habis, pasar properti pasti sudah naik lagi, dan properti itu sudah akan mereka jual ataupun mereka bisa melakukan “refinancing” lagi dengan mengandalkan kenaikan harga itu.</p> <p style="text-align: justify;">Perkembangan ketiga yang terjadi adalah adalah maraknya pasar <strong>CDO</strong>. Karena pasar KPR yg begitu aktif dan berkembang, institusi keuangan pun agak “kewalahan” untuk mengumpulkan dana yg bisa dipakai untuk memberikan KPR. Apa jalan keluarnya? Mereka pun mengembangkan produk yg namanya <strong>CDO (Collateralized Debt Obligation)</strong>. Apa sih CDO ini? Secara sederhana, CDO adalah obligasi. Dasar dari penerbitan obligasi CDO ini adalah KPR yg telah dikucurkan oleh bank ataupun institusi keuangan lainnya. Bunga yang dipakai untuk membayar bunga obligasi CDO adalah bunga yang mereka dapat dari kredit KPR yang telah mereka kucurkan.</p> <p style="text-align: justify;">Dana yg didapat oleh institusi keuangan dari hasil penjualan obligasi CDO ini, lalu mereka kucurkan lagi utk memberikan KPR, yang lalu mereka pakai untuk menerbitkan obligasi CDO lagi. Siklus ini kemudian juga terjadi berulang-ulang.</p> <p style="text-align: justify;">Sampai titik ini, kita telah melihat latar belakang dari berbagai kejadian yang kemudian akan menimbulkan krisis di saat ini. Bagaimana berbagai kejadian di atas saling “berkombinasi” sehingga menimbulkan cerita “horor” krisis Subprime Mortgage akan saya ceritakan di bagian ke-2 dari seri post ini.</p><p style="text-align: justify;"><a href="http://investarticles.blogspot.com/2008/09/subprime-subprim-supri-dan-supir-2.html">bersambung ke bagian ke 2</a><br /></p><p style="text-align: justify;">Written by Edison Ong @ JanganSerakah.com<br /></p>Rings & Diamondhttp://www.blogger.com/profile/17637257663232106358noreply@blogger.com0